Jakarta (ANTARA) - Laga Italia melawan Swiss di Stadion Olimpiade, Belin, pada Sabtu 29 Juni, pukul 23.00 WIB nanti mengawali rangkaian pertandingan dalam fase 16 besar Euro 2024.
Kedua negara yang memiliki perbatasan darat sepanjang 744 km ini memiliki hubungan persepakbolaan yang dekat, terutama karena banyak pemain Swiss yang mencari peruntungan di Italia.
Sering pertemuan di antara menjadi ajang reuni pemain-pemain klub Italia. Dalam Euro 2024 reuni paling menarik adalah antara empat pemain Bologna, yakni Riccardo Calafiori dalam timnas Italia, dan trio Michel Aebischer, Dan Ndoye dan Remo Freuler pada skuad Swiss.
Baca juga: Piala Eropa 2024: Georgia kalahkan Portugal 2-0
Sayang, Luciano Spalletti tak bisa memasang Calafiori karena bek tengah ini terkena akumulasi kartu kuning, sedangkan Murat Yakin bisa memasang tiga pemainnya yang jebolan Bologna.
Padahal, Calafiori berperan sentral di lini belakang Italia yang sudah kehilangan duet tangguh, Leonardo Bonucci dan Giorgio Chiellini, karena gantung sepatu.
Meski begitu, Spalletti memiliki bek-bek tangguh lain yang bisa menghindarkan diri dari terkaman Swiss yang hampir mengalahkan Jerman pada fase grup.
Azzurri pantas khawatir terhadap tim berperingkat FIFA 19 itu. Italia sendiri berperingkat 10.
Dari tiga pertandingan pertama Euro 2024 yang dijalani kedua negara, Swiss hampir tak beda dengan Italia, karena dari aspek penguasaan bola, akurasi umpan, jelajah lapangan, penciptaan peluang dan frekuensi serangan, keduanya hanya beda-beda tipis.
Tapi dalam urusan peluang dan gol, Swiss lebih baik.
Sama-sama sudah kebobolan tiga gol, Swiss dan Italia masing-masing telah mencetak 5 dan 3 gol. Swiss total membuat 30 peluang yang 14 di antaranya tepat sasaran, sedangkan Italia total melepaskan 33 peluang tapi cuma 9 tepat sasaran.
Itulah salah satu aspek yang membuat Swiss tak bisa dikesampingkan oleh Italia, walau dari 61 pertemuan terdahulu, yang lima di antaranya terjadi dalam Piala Dunia dan Piala Eropa, Swiss hanya bisa mengalahkan Italia enam kali dan terakhir mereka lakukan pada 1993.
Keras kepala
Swiss tampil meyakinkan walau memiliki sejumlah kekurangan. Mereka mengalahkan Hungaria 2-1 dalam pertandingan pertama Grup A, tapi kesulitan saat menghadapi Skotlandia sehingga hanya bisa seri 1-1.
Seri dalam skor yang sama mereka dapatkan dari pertandingan melawan tuan rumah Jerman. Inilah sebenarnya penampilan terbaik Swiss sejauh ini dalam Piala Eropa 2024.
Waktu itu Murat Yakin memasang Fabian Rieder di ujung tombak serangan. Jerman mendapat kesulitan saat berusaha membangun serangan dari belakang karena terus diganggu Rieder, sampai jenderal lapangan tengah Toni Kroos tiga kali melanggarnya.
Bagian instrumental lain dalam skuad Swiss adalah duet pertahanan Manuel Akanji dan Fabian Schar.
Bersama pemain-pemain seperti itu, Swiss lolos ke fase gugur dalam enam turnamen utama terakhir (Piala Dunia dan Piala Eropa). Di Eropa, hanya Prancis yang bisa melakukan hal seperti ini.
Perjalanan Italia ke babak 16 besar tak lebih meyakinkan dari Swiss. Sang juara bertahan menang susah payah 2-1 dari Albania dalam pertandingan pertama Grup B, dihabisi Spanyol 1-0, dan hampir kalah melawan Kroasia kalau tidak berkat gol Mattia Zaccagni beberapa detik sebelum laga berakhir.
Namun yang menarik dari Azzurri adalah konsisten mereka dalam merangkul sepak bola menyerang, yang sebenarnya bukan filosofi mereka.
Spalletti yang tahun lalu sukses membawa Napoli menjuarai Serie A Italia berada di belakang revolusi ini.
Pelatih keras kepala ini pantang menurunkan standar atau dipaksa pragmatis. Dia tak mau timnya hanya asal menang. Sebaliknya, harus menang dalam segala hal, termasuk penguasaan bola.
Spalletti yang menggantikan Roberto Mancini menjadi pelatih Italia, dipastikan akan kembali menurunkan formasi menyerang dengan pemain-pemain yang menekankan penguasaan bola.
Spalletti mungkin tak berhasil mengulangi sukses Mancini tiga tahun lalu, tapi dia bisa menjadi pelatih yang membuat Italia stabil berkualitas tinggi, tak seperti era Mancini yang turun naik dari juara Eropa tapi setahun kemudian gagal masuk Piala Dunia 2022.
Berubah
Baik Spalletti maupun Murat Yakin bakal mengubah susunan sebelas pemain pertamanya, tapi ini lebih karena pemain cedera atau terkena larangan bermain karena akumulasi kartu kuning.
Murat Yakni yang tetap memasang tiga bek tengah dalam formasi 3-4-2-1, akan menukar Silvan Widmer dengan Leonidas Stergiou. Widmer terkena larangan bermain akibat akumulasi kartu kuning.
Yakin mungkin tergoda menempatkan Zeki Amdouni di ujung tombak serangan, tapi penampilan menawan Breel Embolo membuat Yakin terlalu berat untuk membangku cadangkan Embolo.
Yakin hampir tak mungkin mengusik kapten Granit Xhaka dan Remo Freuler di jangkar permainan Swiss yang membuat tim ini sulit dikalahkan oleh siapa pun.
Yakin juga mustahil mengocak ulang tiga hulubalang pertahan Swiss. Untuk itu, dia kembali memasang Ricardo Rodríguez yang bermain di Liga Italia bersama Torino, dan Fabian Schar-Manuel Akanji, yang menjadi bagian penting dalam cerita bagus di Newcastle United dan Manchester City di Liga Inggris.
Spalletti sendiri dipaksa melakukan perubahan pada skuadnya karena akumulasi kartu kuning yang didapatkan bek tengah Riccardo Calafiori yang begitu penting di barisan pertahanan Italia.
Mengingat pilihannya makin sedikit setelah Francesco Acerbi dan Giorgio Scalvini tak bisa memperkuat tim karena cedera, maka Gianluca Mancini adalah pemain ideal yang menjalankan fungsi yang biasanya dikerjakan Calafiori.
Spalletti juga mungkin menurunkan komposisi serangan yang baru yang masih dalam formasi 4-3-3, dengan memasukkan Gianluca Scamacca.
Sementara Giacomo Raspadori bisa dipaksa merelakan tempatnya di barisan serang, untuk diisi Federico Chiesa atau bahkan Mattia Zaccagni yang menyelamatkan Italia dari terkaman Kroasia.
Jika melihat tiga pertandingan terdahulu dan materi pemain yang tak terlalu senjang satu sama lain, maka pertandingan ini berpotensi diakhiri dengan adu penalti.