Trenggalek - Sekitar 300-an warga Desa Ngulankulon, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek, Rabu, mendatangi Pengadilan Negeri setempat untuk menyaksikan sidang putusan sengketa pembangunan kantor desanya yang diduga mencaplok tanah milik salah seorang warga. Massa yang memadati jalan raya depan pengadilan, juga meminta majelis hakim menolak gugatan ahli waris Suryowiryo yang telah memperkarakan pembangunan kantor desa tersebut. "Keenam penggugat ini bukan ahli waris Suryodiwiryo, mereka adalah anaknya Warni. Selain itu, obyek yang dipermasalahkan ini telah ditukar guling, sehingga tidak ada alasan untuk menerima gugatan tersebut," kata salah seorang warga Desa Ngulan Kulon bernama Parto (56). Selain beorasi, warga juga membentangkan sejumlah spanduk dan poster yang berisi kecamatan terhadap pihak penggugat. Sementara itu, dari dalam surang persidangan, majelis hakim yang dipimpin oleh Joko saptono membacakan amar putusan perkara sengketa lahan tersebut. Dalam pertimbangannnya, majelis hakim menilai Suryodiwiryo dan Warni adalah satu orang, yang tidak lain adalah ayah dari para penggugat, hal tersebut dibuktikan dengan surat nikah antara Warni dengan Ibu para penggugat, Lamijah. "Sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung nomor 307 tahun 1960 menerangkan bahwa janda berhak atas harta yang ditinggalkan suaminya, sehingga dengan dalam hal ini Lamijah juga merupakan ahli waris," kata Joko Saptono. Karena penggugat tidak mengikutsertakan Lamijah, hakim menganggap perkara sengketa lahan tersebut tidak lengkap. "Sesuai dengan putusan Mahkamah Agung Nomor 503 tahun 1974, salah satu intinya menyatakan, dalam kasus sengketa lahan seluruh ahli waris harus diikutkan dalam perkara, baik itu sebagai penggugat maupun tergugat," paparnya. Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, majelis hakim akhirnya memutuskan untuk menolak gugatan yang diajukan oleh enam ahli waris Suryodiwiryo, selain itu penggugat juga diminta untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1,2 juta. Mendengar putusan majelis hakim, ratusan warga Desa Ngulankulon langsung berdiri bersorak-sorai kegirangan dan membubarkan diri pukul 15.00 WIB dengan tertib. Sementara itu, kuasa hukum penggugat, Mohammad Mohtar mengaku kecewa atas putusan majelis hakim, ia menilai dasar yang digunakan untuk mutuskan perkara tersebut salah dan melebar dari perkara yang digugat. "Yang kami gugat adalah terkait batasnya tanah bukan ditukar gulingnya, yang tadinya luasnya 600 m2 kok melebar menjadi 610 m2 setelah pembangunan pondasi," ucapnya. Kemudian dasar yang menerangkan bahwa janda adalah ahli waris suami, menurut pengacara tersebut sudah kedaluwarsa karena telah diperbaharui dengan yang baru, sehingga tidak bisa dipakai lagi. Menurut dia, janda hanya bisa menempati tetapi tidak bisa untuk menguasai, karena tanah yang disengketakan tersebut adalah harta pusaka bukan harta gono-gini. "Atas putusan ini kami akan berkonsultasi dulu dengan para penggugat, apakah akan banding atau mengajukan gugatan lagi," jelas Mohtar. Perkara sengketa lahan tersebut bermula dari proyek perluasan kantor Desa Ngulankulon yang dilakukan oleh pemerintah desa, saat itu pihak penggugat yang terdiri atas Yasmini, Sumini, Kasmiatin, Katmini, Sulastri dan Sri Sugiarti merasa dirugikan karena tanah miliknya telah dicaplok pihak desa untuk pembangunan kantor desa. (*)
Ratusan Warga Trenggalek Sidang Sengketa Kantor Desa
Rabu, 14 Desember 2011 19:06 WIB