Surabaya (ANTARA) - Universitas Surabaya (Ubaya) berkolaborasi dengan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) memberikan pelatihan pengolahan ubi cilembu menjadi mi untuk warga Desa Duyung, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto.
Ketua tim dosen Ubaya dan UKWMS, Aguslina Kirtishanti dalam keterangannya, Jumat, mengatakan pelatihan ini merupakan bagian dari program Pemberdayaan Desa Binaan (PDB) Inovasi Pengembangan Potensi Pangan Lokal untuk Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat di Desa Duyung Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto, dari Ubaya.
Tim dosen terdiri dari Sylvi Irawati dari Fakultas Farmasi Ubaya, dr. Jefman Efendi Marzuki HY dari Fakultas Kedokteran Ubaya, serta Chatarina Yayuk Trisnawati dari Fakultas Teknologi Pertanian UKWMS.
Ada pula empat mahasiswa Fakultas Farmasi Ubaya yang turut terlibat di program tersebut melalui mata kuliah Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Aguslina mengatakan program ini berjalan selama tiga tahun sejak 2023. Tujuannya adalah mengembangkan potensi pangan lokal untuk meningkatkan derajat kesehatan warga, serta membantu mengatasi stunting di Desa Duyung.
"Kami membina dan mendampingi selama tiga tahun ke depan. Mengolah ubi menjadi tepung, kemudian mi, hingga produksi PIRT di tahun ketiga nanti," kata dosen Fakultas Farmasi Ubaya itu.
Ia menambahkan timnya menyusun program dengan melihat kondisi kesehatan di Desa Duyung serta potensi pangan lokal yang bisa dikembangkan.
"Desa Duyung ini penghasil ubi cilembu. Tapi harganya bisa hancur jika dijual mentahan saja ketika panen raya. Di sisi lain, angka stunting juga masih tinggi," tambahnya.
Lina berharap lewat PDB, warga Desa Duyung memiliki bekal mengolah ubi cilembu menjadi produk berbeda dan meningkatkan potensi ekonominya. Selain itu, nutrisi ibu hamil dan anak-anak juga ikut meningkat, dengan olahan ubi yang tepat.
Sekretaris Desa Duyung, Trawas, Kabupaten Mojokerto, Marsudi, menyebut pelatihan dari Ubaya penting bagi petani ubi cilembu di desanya. Sebab tak hanya mendapat ketrampilan, Ubaya juga membekali warga dengan peralatan produksi yang dikelola oleh desa.
"Pendapatan warga bisa naik. Seumpama harga ubi sedang turun, warga punya alternatif mengolah produksi ubi daripada harus tetap menjual ke tengkulak," ujarnya.