Surabaya (ANTARA) -
Pakar Ekonomi Universitas Surabaya (Ubaya) Bambang Budiarto menyebut kenaikan harga minyak dunia akan berdampak pada ekonomi dan sosial di Indonesia, termasuk Jawa Timur.
"Kenaikan harga minyak dunia yang seakan tiada henti, sudah pasti minimal akan melahirkan lima bagi Indonesia, tentu saja termasuk Jawa Timur," ujar Bambang di Surabaya, Kamis.
Adapun kelima dampak ekonomi dan sosial tersebut antara lain adalah inflasi, biaya impor meninggi, subsidi energi naik tinggi, bertambahnya biaya transportasi, dan ketidakpastian ekonomi.
Sekretaris Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Surabaya itu juga menjelaskan, bahwa pergerakan keseluruhan indikator itu pada gilirannya secara makro tentu akan mengganggu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Kenaikan harga minyak dunia mampu pula menciptakan ketidakpastian ekonomi yang tahapan selanjutnya dapat menghambat investasi juga pertumbuhan ekonomi," tuturnya.
Meski begitu, hal yang perlu digarisbawahi adalah adanya perubahan harga minyak dunia juga memiliki sejumlah dampak positif, seperti peningkatan pendapatan ekspor bagi negara produsen minyak.
"Hal penting yang perlu juga dicatat bahwa keseluruhan efek tersebut juga bergantung bagaimana pemerintah merespons menyikapi dan menindaklanjuti kebijakan ekonomi dan energi," katanya.
Di sisi lain, masyarakat Indonesia, khususnya di Jatim dinilai Bambang sudah 'berdamai' dalam berbagai situasi makro yang kerap tidak pasti itu. Naik turunnya harga minyak dunia membuat masyarakat sudah teruji dalam berbagai situasi.
"Saat harga minyak dunia naik, di negeri kita juga naik, masyarakat bisa pahami. Saat harga minyak dunia turun, di negeri kita ternyata tetap naik, yang seperti ini pun juga pernah dialami. Fakta itu menjadikan masyarakat tidak kagetan lagi dengan keberagaman ekonomi yang kadang tidak pasti," ujarnya.
Karena itu, penting bagi pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil sebuah keputusan ekonomi, termasuk dalam berkonsumsi, utamanya atas barang-barang yang bersinggungan dengan keberadaan minyak.
"Subsidi memang tak dapat dihindari, saat ini eksistensi subsidi masih sangat dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat," ucap Bambang.
Laporan pada Juli 2023 dari Badan Energi Internasional, permintaan minyak global dapat naik 2,2 juta barel per hari untuk mencapai rekor lebih dari 102 juta barel. Terpangkasnya pasokan dari OPEC plus awal bulan ini juga ikut mengerek harga minyak.
Arab Saudi pun memangkas produksi sebesar satu juta barel per hari pada Juli kemarin. Demikian juga Rusia yang diperkirakan akan mengurangi produksinya sebesar 500 ribu barel per hari.
Sementara dari data Pertamina Wilayah Jabanusa, pertalite subsidi masih mendominasi market share BBM yakni sekitar 86 persen. Sementara Pertamax hanya 13 persen, Pertamax Turbo 0,3 persen.
Produk baru Pertamax Green baru tersedia di Surabaya dengan market share 0.4 persen. Lalu biosolar subsidi memiliki market share 96 persen. Angka ini diikuti market share Dexlite 2,5 persen dan Pertamina 1,5 persen.