Bondowoso (ANTARA) - Guru masa kini harus sangat hati-hati dalam bertindak kepada para muridnya, terutama terkait tindakan berupa hukuman.
Jika tidak tepat, bukan hanya tidak efektif mencapai tujuan dari tindakan itu, tapi yang lebih parah justru menimbulkan masalah bagi si guru di kemudian hari.
Meskipun tidak sampai membuat siswa celaka, tindakan guru yang semena-mena akan menjadi masalah, bukan hanya bagi si guru yang menghukum, melainkan juga bisa merepotkan seluruh insan sekolah tempat si guru mengajar.
Kasus terbaru, seorang guru di Lamongan, Jawa Timur, dipersoalkan para orang tua siswa karena menghukum sekitar 10 siswa perempuan dengan mencukur rambut alias menggunduli kepala siswa perempuan, hanya karena para siswa itu tidak memakai iket kepala (daleman) untuk jilbab.
Terkait ulah guru di SMP negeri di Lamongan tersebut, ada yang menyebut bahwa tindakan itu telah melangkahi ranah atau tugas guru lain, yakni guru Bimbingan Konseling (BK) sebagai penghukum siswa.
Namun, pandangan bahwa untuk menghukum siswa yang bermasalah adalah tugas guru BK adalah anggapan yang tidak mengikuti perkembangan zaman dan masih berpedoman pada fungsi guru BK di masa lalu yang dikenal sebagai guru Bimbingan dan Penyuluhan (BP).
Merespons perkembangan zaman, fungsi dan praktik kerja guru juga mengikuti perkembangan, termasuk guru BK, sehingga perannya bisa lebih maksimal.
Perubahan yang sangat mencolok dari guru BP dengan guru BK adalah rasa diterima oleh para siswa. Kalau dulu, para siswa itu takut bertemu guru BP karena biasanya dicap sebagai anak bermasalah, kini guru BK justru bersahabat dengan siswa.
Murid yang dipanggil atau menghadap guru BK tidak harus mempunyai masalah terkait pelanggaran aturan di sekolah. Siswa bisa menghadap guru BK untuk membicarakan berbagai masalah kehidupan yang dihadapi siswa, termasuk urusan di rumah atau bahkan masalah dengan pacarnya.
Anak sekolah kok dibiarkan pacaran dan malah dibahas dengan guru BK? Guru BK memang "dilarang" menghakimi semua persoalan yang dianggap sebagai masalah oleh siswa, termasuk oleh guru lain. Guru BK perlu mendampingi siswa yang sudah pacaran agar menjalaninya dengan sikap positif dan tidak terjerumus ke negatif.
Guru BK harus mendengarkan semua cerita dan keluhan yang dihadapi siswa dan kemudian secara bersama-sama berdiskusi agar siswa menemukan jalan keluar dari masalah itu.
Sebagaimana layaknya psikolog yang terikat dengan kode etik terkait rahasia klien, guru BK juga demikian. Hal-hal yang dilakukan siswa, misalnya bagi guru lain dianggap sebagai pelanggaran, guru BK dilarang untuk menghakimi, apalagi kemudian membuka informasi tentang siswa itu ke guru lain.
Guru BK bukan menjadi tim "telik sandi" dari sekolah untuk mematai-matai perilaku siswa, juga bukan sebagai penyidik yang bertugas menggali data perilaku siswa untuk dilaporkan pada guru lain dan kemudian diambil tindakan.
Fungsi layanan BK itu dilindungi, salah satunya oleh Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Pasal 2 di peraturan itu menyebut fungsi layanan BK bagi konseli (penerima layanan BK pada satuan pendidikan atau siswa) adalah membantu konseli memahami diri dan lingkungan, memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan konseli, penyesuaian diri (konseli) dengan diri sendiri dan lingkungan, penyaluran pilihan pendidikan, pekerjaan, dan karier.
Fungsi lainnya adalah pencegahan timbulnya masalah, perbaikan dan penyembuhan (jiwa), pemeliharaan kondisi pribadi dan situasi yang kondusif untuk perkembangan diri konseli, pengembangan potensi optimal, advokasi diri terhadap perlakuan diskriminatif, dan membangun adaptasi pendidik dan tenaga kependidikan terhadap program dan aktivitas pendidikan sesuai dengan latar belakang pendidikan, bakat, minat, kemampuan, kecepatan belajar, dan kebutuhan konseli.
Pasal 3, secara ringkas disebutkan bahwa tujuan layanan BK adalah membantu konseli mencapai perkembangan optimal dan kemandirian secara utuh dalam aspek pribadi, belajar, sosial, dan karir.
Secara substantif, tugas guru BK adalah mendampingi siswa bertumbuh jiwanya sesuai dengan tugas perkembangannya, yaitu menyangkut hal pribadi, hal pendidikan, sosial, dan rencana pengembangan karir di masa depan. Dengan ranah tugas seperti ini, maka bukan hanya siswa yang memerlukan bimbingan guru BK, melainkan bisa juga orang tua.
Kalaupun dilibatkan dalam menangani pelanggaran siswa, maka guru BK berperan dalam upaya memperbaiki jiwa siswa yang dinilai bermasalah itu lewat pendampingan, bukan penghukuman.
Bagi guru BK tidak ada siswa yang jelek atau buruk sehingga semuanya bisa diperbaiki dengan cara mencoba selalu memahami apa latar belakang dari si siswa sehingga melakukan perbuatan yang oleh guru lain dianggap pelanggaran.
Jika melihat Pasal 2 Peraturan Mendikbud No. 111/2014, fungsi guru BK juga bermanfaat untuk semua insan sekolah, yakni membangun adaptasi pendidik dan tenaga kependidikan terhadap aktivitas dan program pendidikan.
Karena itu, para guru, khususnya wali kelas, yang menganggap seorang atau beberapa orang siswa bermasalah, sebaiknya juga berkoordinasi dengan guru BK bagaimana menyelesaikan masalah itu.
Fungsi guru BK secara umum juga mencakup bagaimana sekolah berfungsi mendampingi siswa menggali nilai-nilai kebaikan, bukan sekadar nilai akademis atau pelajaran, melainkan juga nilai-nilai pergaulan sosial, nilai-nilai perjuangan menghadapi kehidupan, termasuk bagaimana seseorang bersikap di dunia karier dan memilih karir yang sesuai dengan minat anak.
Bengkel sepeda
Guru BK itu memandang semua murid memiliki potensi baiknya masing-masing yang harus digali oleh si siswa dibantu oleh guru. Pada saat yang sama, siswa juga memiliki potensi masalah, sekecil apa pun masalah itu, misalnya, sekadar kekurangan informasi mengenai pilihan pendidikan yang sesuai dengan minat.
Evy Yulistiowati Pramono, guru BK yang juga salah seorang pengurus Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) Jawa Timur, mengemukakan bahwa layanan BK itu seperti bengkel sepeda, yang tidak boleh menolak sepeda dalam keadaan apa pun dan jenis apa pun. Sepeda yang rusak parah atau ringan, semua dilayani, termasuk sepeda yang kondisinya baik-baik saja, namun perlu mendapat perhatian agar tetap berfungsi optimal.
Sebagai "bengkel" jiwa manusia, guru BK bisa melayani konseli yang bermasalah untuk diselesaikan, bisa juga melayani konseli yang tidak bermasalah, namun hendak mempersiapkan diri menghadapi masa depan.
Terkait pelayanan guru BK di luar melayani siswa bermasalah, biasanya juga diperlukan para siswa, terkait informasi dunia kerja, dunia pernikahan, dan pendidikan lanjutan atau kuliah.
Nilai-nilai dasar layanan BK ini memang tidak bisa hanya dipegang dan dipraktikkan oleh guru BK, tetapi juga bagi guru lain dan staf di sekolah.
Karena itu, setiap menjelang tahun ajaran baru, guru BK menyosialisasikan program BK kepada seluruh guru dan staf atau tenaga kependidikan. Semua itu dipersiapkan guna mendukung program pemerintah menjadikan sekolah yang menyenangkan dan ramah anak.
Pada sosialisasi itu semua insan pendidikan di satu sekolah diingatkan, antara lain, bahwa hukuman fisik kepada siswa sudah bukan zamannya lagi diterapkan. Jika terpaksa memberikan hukuman, hendaknya seorang guru berpikir bagaimana hukuman itu mampu mendidik si siswa, bukan malah menjatuhkan harga dirinya di hadapan siswa lain, misalnya diwajibkan mengaji atau menghapal ayat atau surat tertentu dari Al Quran.
Zaman berubah, tantangan berubah, demikian juga dengan nilai-nilai dan praktik dunia pendidikan. Guru mau tidak mau harus mengikuti perkembangan itu dengan selalu menambah informasi, belajar yang tidak pernah berhenti.
Demikian juga dengan orang tua agar tidak mengambil jarak dengan sekolah, khususnya guru BK sehingga setiap saat mengetahui perkembangan anaknya di sekolah. Orang tua juga bisa berdiskusi dengan guru BK mengenai persiapan masa depan anaknya, terkait kuliah dan dunia kerja.
Pendidikan yang optimal adalah ada kolaborasi antara guru, siswa, dan masyarakat (orang tua).