Bojonegoro Kembangan Sumur Resapan Untuk Atasi Kekeringan
Rabu, 28 September 2011 14:23 WIB
Bojonegoro - Pemkab Bojonegoro, Jawa Timur, sejak tiga tahun terakhir mulai mengembangkan pembuatan sumur resapan dan biopori untuk mengatasi kekeringan yang melanda daerah setempat.
"Dengan adanya sumur resapan, suatu daerah yang kesulitan air bersih pada kemarau bisa berkurang, bahkan kemungkinan sama sekali tidak terjadi kesulitan air," kata Kepala Bidang Konservasi Lingkungan Hidup (LH) Pemkab Bojonegoro, Bambang Sutopo, didampingi stafnya, Eka, Rabu.
Ia menjelaskan, sumur resapan pertama kali dibangun di Desa Malingmati, Kecamatan Tambakrejo, pada 2009 sebanyak delapan unit. Diperkirakan delapan unit sumur resapan yang berkedalaman lima meter dan diameter satu meter tersebut mampu mengantisipasi kekeringan yang melanda di daerah setempat.
"Di sumur resapan itu, bisa menampung air hujan dari sejumlah rumah. Di bagian bawah sedalam satu meter diberi batu belah, ijuk dan lainnya," katanya menambahkan.
Bambang dan Eka mengaku belum mengecek secara langsung manfaat sumur resapan di Desa Malingmati, Kecamatan Tambakrejo, termasuk delapan unit sumur resapan lainnya yang sudah dibangun di Desa Mbareng, Kecamatan Sekar.
Hanya saja berdasarkan informasi yang diterima, di Desa Malingmati pada kemarau ini warganya tidak melapor meminta pasokan air bersih. Direncanakan pada 2011 juga dibangun empat sumur resapan di Desa Karangsono, Kecamatan Dander dan empat unit di Desa Suginhwaras, Kecamatan Ngraho.
"Sumur resapan yang dibangun tersebut semuanya di lokasi yang daerahnya selalu mengalami kekeringan di setiap kemarau," katanya mengungkapkan.
Selain itu, lanjutnya, juga dikembangkan pembuatan 790 unit biopori yang tersebar di 66 desa di 16 kecamatan yang masuk daerah rawan kekeringan. Fungsi biopori yang dalamnya satu meter dan diameter 15 centimeter, hampir sama dengan sumur resapan yakni untuk memasukkan air hujan ke dalam tanah.
"Yang jelas, daerah yang mengalami kesulitan air bersih pada kemarau ini lebih sedikit dibandingkan kemarau 2009 lalu," kata Kepala Bidang Bimbingan Rehabilitasi dan Kesejahteraan Sosial Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Sosial (Disnakertransos), Dwi Harningsih yang ditemui terpisah.
Ia menyebutkan, pada kemarau 2009 lalu, kesulitan air bersih, melanda 67 desa yang tersebar di 16 kecamatan dengan jumlah 21.400 kepala keluarga (KK) atau 68.721 jiwa.
Daerah rawan kekeringan tersebut, di bagian tengah meliputi sejumlah desa di Kecamatan Trucuk, Temayang, Dander, Sukosewu dan Bubulan. Sedangkan di wilayah timur meliputi enam desa di Kecamatan Sugihwaras dan Kedungadem.
Di bagian barat meliputi sejumlah desa di Kecamatan Purwosari, Tambakrejo, Ngraho, Ngambon, Ngasem, Kedewan, Kalitidu dan Kasiman. Data terakhir pada kemarau tahun ini, hingga 23 September, kekeringan melanda 30 desa di 13 kecamatan.
"Dalam pekan ini hanya ada tambahan sejumlah desa yang meminta pasokan air bersih," katanya menambahkan. (*)