Surabaya (ANTARA) - Universitas Surabaya (Ubaya) dan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) berkolaborasi mengembangkan produk olahan daun jati untuk pemberdayaan desa herbal di Desa Kebontunggul, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
"Kegiatan ini merupakan program Pemberdayaan Desa Binaan (PDB) Desa Herbal Kebontunggul yang difasilitasi dan didanai oleh Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) Ditjen Diktiristek," ujar Ketua PKM Ubaya Tjie Kok, Ph.D., dalam keterangan di Surabaya, Selasa.
Tim PKM Ubaya beranggotakan Dr Noviaty Kresna Darmasetiawan dan Hany Mustikasari, serta mahasiswa dari Fakultas Teknobiologi dan Fakultas Industri Kreatif Ubaya.
Selain tim PKM Ubaya, dosen UKWMS Endang Widoeri Widyastuti turut berpartisipasi beserta mahasiswa UKWMS dari Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian.
Tjie Kok mengatakan pengabdian ini dilatarbelakangi oleh letak Desa Kebontunggul yang berbatasan langsung dengan hutan jati terbesar di Jawa Timur, salah satunya Hutan Jati Alas Wedok.
Namun, kata dia, pemanfaatan daun jati belum dilakukan secara optimal, sehingga banyak daun yang akhirnya gugur dan terbuang begitu saja.
"Selama ini daun jati hanya digunakan sebagai pembungkus makanan. Saat ke sana, kami memilah jenis daun jati dari daun muda, sedang, dan tua. Akhirnya, kami menemukan bahwa daun jati muda memiliki potensi besar untuk diolah menjadi produk pangan," ujarnya.
Dosen Fakultas Teknobiologi Ubaya itu mengemukakan bahwa pengolahan daun jati antara lain menjadi teh dan cookies telah didasari pada studi literatur hasil riset.
"Saat ini dalam tahap pengembangan. Terkait dengan keamanan pangan, kami akan kirim sampel untuk evaluasi cemaran fisika, kimia, dan mikrobiologi. Selain itu, kami juga akan bantu urus Perizinan Produk Industri Rumah Tangga (PIRT)," ucapnya.
Pembuatan produk ini, kata dia, akan disosialisasikan kepada warga Desa Kebontunggul agar nantinya mereka bisa memproduksinya secara mandiri.
Selain itu, tim juga akan menyiapkan peralatan yang dibutuhkan seperti mesin penggiling, mesin pengering makanan, dan lain-lain.
Kepala Desa Kebontunggul Siandi mengatakan desanya sangat membutuhkan pendampingan dari perguruan tinggi berupa inovasi seperti ini.
"Inovasi ini bisa jadi ikon desa herbal yang dapat meningkatkan pendapatan asli desa. Kami dukung dalam penyiapan lahan, rumah produksi, tempat pengemasan, pemasaran, sumber daya manusia, serta kebutuhan lainnya," ujarnya.
Ia berharap program ini dapat terus dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kemajuan Desa Kebontunggul.