Pemrprov Jatim Diminta Tertibkan Tanah "SVW"
Kamis, 28 Juli 2011 15:16 WIB
Bojonegoro - Komisi A DPRD Bojonegoro, Jawa Timur (Jatim), meminta Pemprov Jatim, menertibkan tanah "solo vallei werken" seluas 4,9 hektare di Desa Bonorejo, Kecamatan Ngasem, yang akan dibebaskan untuk proyek Blok Cepu.
"Solo vallei werken (SVW)" atau tanah peninggalan zaman Belanda itu kini masih dikuasai 14 petani setempat.
"Paling tidak dalam sebulan ini, harus sudah ada kejelasan tanah SVW itu, sehingga aman dimanfatkan untuk pembangunan fasilitas produksi migas Blok Cepu," kata Sekretaris Komisi A DPRD Bojonegoro, Sigit Kusharjanto, Kamis.
Ia mengatakan, penertiban tanah SVW kewenangannya ada pada Pemprov Jatim, sesuai Peraturan Daerah (Perda) No.7 tahun 2005 tentang Pengelolaan Tanah SVW. Selain itu, juga diperkuat dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Jatim No.43 tahun 2005 yang mengatur pengelolaan tanah SVW.
Di dalam ketentuan itu, jelasnya, menyangkut perizinan, juga larangan tanah SVW ditanami dengan tanaman keras, seperti jati."Karena tanah SVW di Bonorejo masih terjadi sengketa, pemprov harus turun ikut menertibkan," ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan, bagaimanapun juga petani penggarap tanah SVW tersebut telah menyalahi ketentuan dengan menanami pohon jati. Selain itu, mereka sudah tidak memiliki kewenangan mengelola tanah SVW itu, karena izin pengelolaan sudah tidak diperpanjang sejak 2010.
Ia menjelaskan, dari hasil inspeksi mendadak (sidak) di lokasi tanah SVW di Desa Bonorejo itu, koordinator petani penggarap tanah SVW seluas 4,9 hektare, Basir, warga setempat meminta ganti rugi atas tanaman jati yang ditanam warga.
"Ganti rugi yang ditawarkan Rp100 ribu per pohon," katanya mengungkapkan.
Menurut dia, di atas tanah SVW yang sebelumnya digarap 14 petani penggarap tersebut, terdapat sekitar 37 ribu lebih pohon jati yang usianya berkisar satu tahun. Dengan jumlah pohon jati tersebut, kalau mengacu besarnya ganti rugi yang ditawarkan, jumlah dana yang dibutuhkan untuk pembebasan tanah SVW cukup besar.
"Itu tidak masuk akal, karena itu pemprov harus mengambil langkah penertiban atas tanah SVW itu," kata anggota Komisi A DPRD lainnya, Mugi Waluyo.
Dalam pembangunan fasilitas produksi migas Blok Cepu, di Bojonegoro, lahan yang dibutuhkan 400 hektare. Dari lahan yang dibutuhkan tersebut, masih seluas 39 hektare yang belum bisa dibebaskan, di antaranya tanah SVW seluas 4,9 hektare di Desa Bonorejo, Kecamatan Ngasem.
Lainnya, di Desa Mojodelik dan Brabowan, juga di Kecamatan Ngasem, karena masih dalam proses negosiasi dengan ahli warisnya yang jumlahnya puluhan.
"Kalau proyek migas Blok Cepu tertunda, akan semakin menambah biaya yang harus ditanggung Pemerintah dan daerah melalui "cost recovery"," katanya menegaskan.