Kejari Tunggu Kejati Korupsi Adik Bupati Nganjuk
Minggu, 24 Juli 2011 19:43 WIB
Nganjuk - Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk, Jawa Timur, masih menunggu hasil penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim terkait dugaan korupsi yang melibatkan adik Bupati Nganjuk, Lukman Hakim.
"Kami masih tunggu pemeriksaan dari Kejati. Namun sesuai prosedur aturan administrasi, nantinya kasus dilimpahkan ke pengadilan Tipikor di Nganjuk," kata Kepala Kejaksaan Negeri Nganjuk, Anwarudin Sulistiono di Nganjuk, Minggu ketika disinggung perkembangkan kasus dugaan korupsi proyek saluran irigasi sekunder di Desa Ketandan, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Nganjuk tahun 2009.
Ia mengatakan, kasus tersebut segera dilimpahkan ke Kejari Nganjuk. Tim penyidik bersama tim ahli dari ITS juga telah datang ke Nganjuk untuk mengambil sampel alat bukti tambahan di lapangan untuk melengkapi berkas.
Untuk tersangka tambahan, ia mengatakan hingga kini belum mengetahui dengan pasti. Ia juga belum memeriksa lebih lanjut, tentang keterlibatan Bupati Nganjuk, Taufiqurrahman, ia belum bisa bicara pasti.
"Kalaupun ada, mungkin nanti setelah berkas penyidikan sudah dilimpahkan kepada kami, pastilah diketahui secara jelas para tersangka tambahannya," ucapnya.
Kejati Jatim menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi proyek saluran irigasi sekunder di Desa Ketandan, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Nganjuk. Dari keempat tersangka tersebut terdapat salah satu tersangka yang bernama Lukman Hakim.
Ia diketahui sebagai adik Bupati Nganjuk yang saat ini masih menjabat. Posisi Lukman dalam proyek tersebut adalah sebagai pelaksana proyek dari PT Bakti Ikhsani Perdana (BIP), yang mengerjakan saluran irigasi tersebut.
Selain Lukman Hakim, tersangka lain yang statusnya juga ditetapkan sebagai tersangka adalah Direktur PT Bhakti Ikhsani Perdana, Tarmizi Faisal, konsultan pengawas PT Arsitekniqiu, Anjar Samsul Anwar, dan pejabat pembuat komitmen dinas PU Pengairan Nganjuk, Sunyoto Hadi Prayitno.
Kasus dugaan korupsi itu adalah pembuatan saluran irigasi berupa proyek pengairan yang dikerjakan tahun 2009. Proyek itu dikerjakan melalui dana stimulus Dinas Pengairan provinsi telah menelan dana sekitar Rp1,9 miliar. Namun setelah diselidiki, ada penyimpangan pengerjaan proyek, di antaranya tidak sesuai dengan bestek. BPK telah menemukan adanya kerugian negara, mencapai Rp336.556 juta.
Pada saluran irigasi sepanjang 2,3 kilometer itu juga ditemukan pengurangan volume pengerjaan, serta volume fondasi yang harusnya dari 50 sentimeter menjadi 30 sentimeter. Selain itu, juga ditemukan adanya kemiringan "plengsengan" yang harusnya dibuat 20 sentimeter tetapi di lapangan ditemukan antara 9-15 sentimeter.
Walaupun sudah menetapkan tersangka, Kejati tidak menahan pera tersangka. Kejati beralasan, para tersangka berjanji akan kooperatif, hingga tidak perlu ditahan.