Bondowoso (ANTARA) - Semua orang yang mengenalnya merasa heran dengan perubahan sikap Ahp, bapak 3 anak ini, yang tergolong drastis.
Dulu, lelaki berkumis ini dikenal sebagai sosok yang temperamental. Bahkan, ada istilah populer untuk menggambarkan sosok seperti Ahp ini dengan sebutan "senggol bacok". Berkonflik sedikit saja sudah mengajak duel.
Ketika menceritakan fase kelamnya di masa lalu, ia hampir selalu mengelus dada kirinya. "Waduuuh, saya ini rusak pak, tidak ada benarnya orang. Semua orang salah melulu, tapi itu dulu. Alhamdulillah, sekarang saya bisa berubah, sehingga hidup menjadi lebih santai, damai, dan selalu berada dalam suasana bahagia," kata lelaki yang sehari-hari bergelut dengan dunia pertanian dan kadang berbisnis ini.
Ia mengaku tidak berhenti bersyukur karena bisa mengenal Ilmu Kesadaran yang diampu oleh Bang Aswar. Perjalanan untuk semangat belajar ilmu ini sangat tidak mudah bagi Ahp.
Sebagai orang desa dengan pendidikan hanya sekolah dasar (SD), ia harus mengikuti pelajaran Ilmu Kesadaran dengan filosofi tinggi yang tidak jarang menggunakan bahasa asing. Meskipun awalnya terasa berat dan merasa tidak mampu menangkap apa yang disampaikan oleh pengampu, ia terus bersabar dan sering berkonsultasi dengan pembelajar yang lain.
Tidak lupa ia selalu memanjatkan doa, meskipun secara pikiran tidak mampu menangkap apa yang diterangkan, tapi semoga jiwanya bisa menerima untuk berubah menjadi manusia yang semakin baik. Jiwa Ahp akhirnya menerima pemahaman bahwa diri setiap insan ini harus dibersihkan setiap saat, salah satunya dengan bersikap baik kepada siapapun, lebih-lebih dengan keluarga.
Allah menuntun jiwanya untuk belajar ilmu tersebut hingga hidupnya menjadi lebih bermakna.
Bukan hanya dengan orang lain, terhadap istri dan anak-anaknya, dulu ia juga sering berlaku kasar. Anak-anaknya pernah mendapatkan pukulan ketika perilakunya dinilai tidak cocok dengan yang dimaui oleh Ahp.
Kalau ada masakan istri yang tidak cocok, ia biasa marah. Bahkan tidak jarang, barang-barang di meja makan atau yang di dekatnya menjadi sasaran dihancurkan. Demikian juga dengan semua yang ada di rumah, seperti pintu, pagar, dan lainnya.
Demikian juga dengan para tetangga, yang hampir tidak ada dari mereka yang luput menjadi sasaran kemarahan.
Bukan hanya menjadi ajang penumpahan kemarahan, para tetangga juga seringkali menjadi sasaran untuk pinjam uang jika Ahp sedang membutuhkan.
Kalau dulu, tetangga dan saudara dekat melihat Ahp sebagai sosok yang tidak menyenangkan, kini sebaliknya. Mereka merasa heran dengan perubahan lelaki tersebut.
Ahp kini menjadi sosok yang sabar dan lemah lembut. Istri dan anak-anaknya merasakan hadirnya Ahp sebagai sosok suami dan bapak yang mengayomi dan tidak memaksakan kehendak. Bahkan, ia tidak segan untuk meminta maaf dengan tulus kepada istri dan anak-anaknya.
Kalau sebelumnya Ahp dihantui oleh kekhawatiran akan perilaku dan pergaulan anaknya, ini ia lebih moderat. Kalau terpaksa mengingatkan si anak terkait pergaulan, tidak lagi dengan nada tinggi. Ia sudah terbiasa menyapa anaknya dengan lembut.
Bahkan, dengan tetangga juga sudah berubah. Tidak lagi membuat mereka cemberut dengan sikapnya.
Perubahan dari pemarah menjadi penyabar dirasakan oleh istri, anak-anak, dan juga tetangganya. Mereka heran dan bertanya-tanya, Ahp ini belajar ilmu apa kok perubahannya drastis dan dramatis?
Bahkan, ada seorang tetangganya yang berstatus ustadz bertanya khusus kepada Ahp mengenai ilmu apa yang dipelajarinya, sehingga berubah secara drastis.
Agar tidak menimbulkan diskusi panjang, Ahp hanya menjelaskan bahwa ia kini belajar bersikap baik terhadap keluarga. Setiap saat, ia menghindari konflik dengan keluarga. Kalau ada yang tidak cocok, belajar untuk diterima.
Ahp menyampaikan bahwa setiap hari selalu berusaha menghadirkan rasa sayang terhadap diri, istri, dan anak-anaknya. Meskipun demikian, si tetangga, tetap penasaran dan bertanya, siapa gurunya hingga ia berubah.
Menghadapi rasa penasaran itu, Ahp hanya tersenyum. "Itu saja sudah, praktikkan terus setiap saat. Kalau sewaktu waktu muncul rasa marah, sadari, sehingga kita terlatih untuk mampu mengendalikan emosi negatif," katanya.
Tidak hanya sikap, dalam hal finansial, ia juga merasakan ada perubahan, setelah mempraktikkan Ilmu Kesadaran ini. Rumahnya yang dulu terbuat dari bambu, kini sudah ditembok dan lantainya dikeramik.
Adiknya, tiba-tiba mengirimkan semua bahan bangunan yang diperlukan untuk mendirikan rumah tembok.
Ketika Ahp bertanya kepada si adik bagaimana akad dari bahan bangunan yang dikirim itu, si adik hanya menegaskan agar rumahnya dibangun saja. Dia bilang, ini adalah rezeki dari Allah.
Tidak cukup di situ. Beberapa bulan lalu, si adik yang memiliki usaha jual beli batu koral menawari Ahp untuk umrah. Kaget dengan tawaran itu, Ahp tidak langsung menerima. Ia merenung, kemudian bertanya pada si adik, bagaimana perhitungan terkait biaya ke Tah Suci itu.
"Ternyata adik saya menegaskan bahwa itu bukan sebagai hutang, tapi murni niat memberangkatkan saya ke Mekkah. Ketika adik saya menyatakan agar saya membersamai ibu di Tanah Suci, saya tidak bisa menolak," kata Ahp, lagi-lagi mengelus dada kirinya.
Dalam perenungannya kembali, ia menemukan makna semakin kita meningkatkan kualitas jiwa, semakin mulus pula jalan kehidupan yang disediakan oleh Allah.
Jangankan untuk umrah, untuk memenuhi kebutuhan hidup saja, sebelumnya sering tidak menetu.
Ahp kini merasakan betul bahwa Allah itu Maha Kaya. Manusia saja yang terbelit oleh keraguan atas sifat-sifat tak terbatasnya Allah itu. Ia juga semakin yakin dengan pernyataan Allah sendiri bahwa "AKU (Allah) sesuai dengan prasangka hamba-NYA".
Kini, doa yang sering terucap dari bibirnya adalah, "Alhamdulillah. Shadaqallahul 'adziim."