Surabaya (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kota Surabaya menyatakan hingga saat ini belum menerima laporan adanya kasus keracunan pangan akibat mengkonsumsi chiki berasap nitrogen atau Chiki Ngebul di wilayah setempat.
"Telah dilakukan pemantauan beberapa titik khususnya di spot-spot keramaian yang memungkinkan dijual jajanan tersebut. Sejauh ini belum ditemukan (kasus keracunan)," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Nanik Sukristina di Surabaya, Rabu.
Chiki Ngebul merupakan jajanan yang mengeluarkan asap yang dijual dengan harga terjangkau dan biasa dikonsumsi oleh anak-anak.
Diketahui tujuh siswa SD di Tasikmalaya, Jawa Barat, beberapa hari yang lalu, dilaporkan mengalami keracunan seperti mual, muntah dan sakit perut.
Mendapati hal itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor SE.01.07/111.5/63/2023 yang diterbitkan pada 3 Januari 2023 dengan menginstruksikan Dinas Kesehatan di kabupaten/kota dan rumah sakit untuk melapor, jika ditemukan kasus keracunan pangan akibat konsumsi jajanan Chiki Ngebul di wilayahnya masing-masing.
Menurut dia, Dinkes Surabaya menindaklanjuti SE Kemenkes tersebut dengan melakukan kegiatan pemantauan di sejumlah spot keramaian yang memungkinkan dijual jajanan tersebut.
"Pemantauan akan terus dilakukan dan berkolaborasi dengan Puskesmas di masing-masing wilayah," kata Nanik.
Ia menjelaskan nitrogen merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan dalam pengemasan produk makanan olahan.
Sepanjang dapat dipastikan nitrogen tersebut tidak tertelan atau memastikan tidak ada asap dari nitrogen, maka chiki masih aman dikonsumsi.
"Selama dikonsumsi sudah tidak terdapat asap dari nitrogen maka aman dikonsumsi. Kerusakan terjadi karena tertelan nitrogen cair. Nitrogen cair harus diuapkan dari makanan dan minuman sebelum dikonsumsi. Dikarenakan jika dikonsumsi langsung akan mengakibatkan kerusakan pada jaringan di mulut, kerongkongan dan perut," kata dia.
Lebih lanjut, Nanik mengatakan, ketika nitrogen cair menguap akan berubah menjadi gas nitrogen. Hal itulah yang akan menyebabkan tekanan pada jaringan tubuh dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Karena sangat dingin juga dapat menyebabkan radang dingin.
"Meski demikian belum ada larangan dan ketentuan lebih lanjut terkait hal tersebut. Selanjutnya, menunggu Surat Edaran dari Kemenkes untuk batasan-batasan apa saja yang menjadi perhatian," ujar Nanik.