Kediri (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Kota Kediri, Jawa Timur, menahan dua tersangka yang merupakan mantan account officer Perusahaan Daerah BPR Kota Kediri dan nasabah terkait kasus rekayasa data pengajuan kredit.
"Ini berawal adanya aduan dari masyarakat tentang adanya kredit macet bermasalah tahun 2016-2019. Menindaklanjuti itu, kami keluarkan surat perintah penyidikan. Di lapangan pulbaket (pengumpulan bahan keterangan), puldata (pengumpulan data)," kata Kepala Kejari Kota Kediri Sofyan Selle di Kediri, Selasa.
Menurut ia, petugas telah menemukan peristiwa pidana dalam pemeriksaan dalam penyaluran kredit modal kerja. Hal ini melanggar prinsip kehati-hatian perbankan, sehingga terjadi kredit bermasalah atau macet.
Ia menambahkan PD BPR Kota Kota Kediri mempunyai modal usaha yang berasal dari APBD Kota Kediri, sehingga hal ini merugikan keuangan negara.
Dalam perkara tersebut, Kejari Kediri menetapkan dua tersangka yakni IH, yang merupakan mantan accoount officer dari PD BPR Kota Kediri dan IR, warga Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. IR merupakan debitur dari PD BPR Kota Kediri.
Ia menjelaskan hal ini berawal dari pengajuan kredit debitur IR ke PD BPR Kota Kediri. Sesuai dengan SOP PD BPR Kota Kediri, penyaluran kredit di atas Rp250 juta harus mendapatkan persetujuan dari tiga orang dewan pengawas sesuai dengan ketentuan batas maksimum pemberian kredit (BMPK) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pada 2016, terdapat pengajuan kredit modal kerja atas nama IR tersebut senilai Rp600 juta dengan AO yakni IH. Setelah ditelusuri, ternyata data yang bersangkutan banyak yang direkayasa.
Yang bersangkutan tidak bisa mengangsur sebanyak Rp19 juta per bulan selama empat tahun sebagaimana dalam perjanjian. Selain itu, uang yang dikucurkan itu ternyata tidak untuk peruntukan di pengajuan, sehingga terjadi kredit macet.
"Kredit yang digunakan tidak sesuai peruntukannya dan untuk kepentingan pribadi. Kerugian negara Rp2,47 miliar, dihitung pokok, denda dan bunga. Itu total kerugian," kata Kajari.
Kajari mengtakan, dalam pemeriksaan ternyata ada kesepakatan di antara keduanya. Namun, berapa yang didapatkan oleh IH sebagai AO saat itu, pihaknya belum bersedia mengungkapkan.
Kasi Pidsus Kejari Kota Kediri Nurngali menambahkan pihaknya terus berupaya mengungkap kasus ini. Hingga kini, ada 12 orang yang sudah diperiksa.
Selain berbagai surat yang dilakukan manipulasi, harga tanah jaminan juga dimanipulasi. Tanah sebagai agunan di Kecamatan Pare, sekitar Rp15 juta hingga Rp20 juta per ru, namun dimanipulasi menjadi Rp40 juta per ru.
"Yang debitur ini jualan pecel, dia punya usaha indekos kamarnya hanya 18. Tapi di di dalam survei di mark up 31 kamar, per kamar Rp1,2 juta. Padahal di Pare, kisaran harga Rp200 ribu hingga Rp300 ribu sudah maksimal per bulan. Di situ Rp1,2 juta. Analisa kemampuan bayar tinggi, secara logika (tidak mampu). Itu yang jadi persoalan. Dia tidak ada niatan bayar, karena untuk gali lubang tutup lubang," kata Nurngali.
Saat ini, kedua tersangka itu ditahan. Mereka telah melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentnag Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Mereka akan ditahan selama 20 hari terhitung mulai Selasa (19/1) hingga 7 Februari 2021. Jika masih diperlukan, penahanan akan diperpanjang.
Kejari juga meminta para pihak untuk tidak melakukan korupsi, apalagi di masa pandemi COVID-19. Jika ada pihak-pihak yang mencari celah dengan memanfaatkan situasi dan kesempatan untuk keuntungan pribadi dan kelompoknya, kejaksaan juga akan menindak tegas.