Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Kota Surabaya membantah adanya keterlambatan informasi maupun penanganan COVID-19 yang terjadi di lingkungan karyawan pabrik rokok PT HM Sampoerna Tbk di Rungkut, Kota Pahlawan, Jawa Timur.
"Pemerintah kota tidak pernah terlambat. Ibu Gubernur (Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa) tidak benar," kata Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya M. Fikser saat menggelar jumpa pers di Balai Surabaya, Sabtu.
Pernyataan tersebut merespons komentar Gubernur Jawa Timur di media massa bahwa ada dugaan keterlambatan penanganan COVID-19, sehingga ratusan pegawai pabrik tertular virus.
Menurut Khofifah, manajemen Sampoerna sudah melaporkan adanya dua karyawan positif COVID-19 ke Dinas Kesehatan Surabaya pada 14 April 2020, namun hal itu tidak segera ditindaklanjuti dengan melapor ke Tim Gugus Tugas COVID-19 Jawa Timur.
Menurut Fikser, Pemkot Surabaya selalu serius dan cepat dalam mendapatkan semua informasi yang berkembang terkait dengan penyebaran COVID-19, termasuk kasus COVID-19 pada karyawan PT HM Sampoerna.
Bahkan, Pemkot Surabaya yang memanggil pihak perusahaan untuk mendorong agar semua karyawannya dilakukan rapid test secara masif.
Fikser menjelaskan awal mulanya salah satu karyawan Sampoerna pada 2 April mengaku sakit dan berobat ke klinik perusahaan. Pada 9 April 2020 pasien dirujuk di rumah sakit dan tanggal 13 April pasien melakukan pemeriksaan tes swab di rumah sakit yang berbeda.
Menurut dia, sejak saat itu Pemkot Surabaya mulai melakukan tracing atau melacak yakni dengan penyelidikan epidemologi di setiap rumah sakit.
Bahkan, setiap harinya petugas dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya melakukan pendataan dan pemantauan di setiap rumah sakit terkait perkembangan pasien COVID-19.
"Begitu kita ketahui, pada 16 April Dinkes memanggil perusahaan Sampoerna. Jadi bukan perusahaan yang melapor, tapi kami yang memanggil. Kita yang menemukan. Silakan tanya ke Sampoerna," katanya.
Tidak hanya itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Surabaya ini pun memastikan pertemuannya dengan pihak perusahaan kedua kalinya pada 27 April 2020 ini pihaknya juga meminta untuk melakukan penutupan sementara perusahaan.
Tidak cukup sampai di situ, ia pun juga meminta data nama karyawan untuk dilakukan tracing kembali. "Kita minta datanya sesuai nama dan alamat. Supaya kita bisa tracing kembali dan beri intervensi," kata Fikser.
Senada dengan itu, Koordinator Bidang Pencegahan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya Febria Rachmanita mengatakan dalam pertemuannya dengan PT HM Sampoerna itu, pihaknya langsung meminta perusahaan tersebut untuk melakukan rapid test dan mengisolasi mandiri karyawannya sekitar 506 orang.
"Saat itu puskesmas melakukan tracing dan ditemukan terdapat data kontak erat dengan karyawan. Kita begitu tahu satu orang sakit langsung kita cari siapa orang dalam pemantauan (ODP) mana dan pasien dengan pengawasan (PDP)," kata Febria.
Febria menyebut, setelah dilakukan rapid tes, dari 506 karyawan ditemukan 123 karyawan yang hasilnya positif. Kemudian, PT HM Sampoerna melakukan tes lanjutan yakni swab tes pada Jumat (1/5) yang dibagi menjadi dua gelombang.
Gelombang pertama dengan kuota sebanyak 48 karyawan. Dari 48 tersebut yang terkonfirmasi sebanyak 34 orang positif. "Kami pun minta Sampoerna yang melakukan isolasi karyawannya di suatu hotel sehingga tidak tertular dengan yang lain," kata dia.
Tidak berhenti sampai di situ, Kepala Dinkes Kota Surabaya ini juga memastikan, hingga saat ini pemkot melalui puskesmas terus memantau perkembangan pasien, baik yang isolasi mandiri di rumah maupun di hotel dan memberikan berbagai intervensi.
"Jadi tidak benar kalau kami terlambat dalam penanganan COVID-19. Kami pun mencarikan tempat tidur mereka yang positif dan sudah dapat seratus untuk karyawan Sampoerna dan memantau sekitar 200 orang keluarga karyawan," katanya.
Dituding lamban tangani klaster Sampoerna, begini bantahan Pemkot Surabaya
Sabtu, 2 Mei 2020 17:48 WIB