Jakarta (ANTARA) - Perusahaan operator telekomunikasi Telkomsel menjelaskan sejumlah tantangan yang dihadapi Indonesia saat memasuki era jaringan telekomunikasi generasi kelima (5G), salah satunya adalah menyiapkan seluruh ekosistem sebelum 5G benar-benar diimplementasikan.
"Kalau dari segi teknis hanya hitungan jam, hanya software saja, perangkat kita sudah siap tinggal aktikan bisa, tapi yang harus disiapkan bukan hanya itu, tapi seluruh ekosistemnya," ujar General Manager Network Strategic Roadmap Telkomsel, Christian Guna Gustiana dalam temu media di Jakarta, Rabu.
Tantangan pertama, menurut Christian adalah spektrum. Saat ini spektrum yang paling banyak dipakai oleh operator global adalah 3,5GHz, 2,6GHz dan 26GHz. Namun, 3,5GHz dan 2,6GHz saat ini sedang digunakan, sementara frekuensi yang kosong 26GHz secara coverage tidak terlalu baik.
"Kita lagi coba solusikan bersama. Kita kolaborasi erat dengan teman-teman regulasi bagaimana supaya kita bisa manfaatkan secepatnya," ujar Christian.
Selain dari segi spektrum, yang berpengaruh pada regulasi, membangun ekosistem 5G juga menjadi tantangan tersendiri, yakni migrasi penggunaan perangkat 4G ke 5G.
Meski begitu, Christian melihat sinyal positif dari manufaktur ponsel. Jika dibandingkan saat peralihan 3G dan 4G yang membutuhkan waktu dua hingga tiga tahun, implementasi 5G pada perangkat mobile jauh lebih cepat.
"Standar 5G baru disahkan pertengahan tahun, kemudian akhir tahun sudah muncul device realnya, bukan hanya dari Oppo, Samsung, Huawei, Xiaomi juga ada. Yang sebelumnya butuh tiga tahun, ini 6 bulan, jadi kelihatannya 5G ini lebih cepat adopsinya," kata dia.
4G ke 5G
Tidak hanya dari segi adopsi, dari segi teknis, Christian menjelaskan untuk coverage yang sama 5G membutuhkan jumlah BTS empat kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan 4G.
Sementara itu, soal keamanan siber, 4G tidak jauh berbeda dengan 5G dari segi akses coverage. Namun, 5G memungkinkan jaringan private, sehingga dari segi keamanan 5G dimungkinkan untuk jauh lebih aman.
Begitu pula dari segi power. Teknologi 5G membutuhkan power tiga kali lipat lebih besar dibanding 4G. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa investasi yang dibutuhkan sangat besar. Namun, Christian mengatakan Telkomsel dapat menggunakan BTS yang ada dengan meng-upgrade sejumlah modul.
Oleh sebab itu, strategi yang dilakukan Telkomsel dalam menjalankan teknologi 5G untuk industri akan berbeda dari saat peralihan 3G ke 4G, yakni dengan pendekatan berdasarkan kebutuhan.
"Terkait strategi memang 5G ini untuk tahap awal tidak akan massive, akan depoly sesuai kebutuhan atau demand approach, di mana ada kebutuhan di situ kita pasang," kata Christian.
Kondisi geografis, lenjut Christian, tidak menjadi masalah. "Kita pasang meskipun itu ada di sub-urban atau urban tapi kalau memang request industri itu dimungkinkan," ujar dia.
5G untuk industri
Dalam uji coba "Telkomsel 5G for Industry di Batam" pada 28 November, Christian mengatakan sebuah perusahaan manufaktur, yang berpusat di Prancis, telah tertarik untuk menggunakan teknologi 5G dari Telkomsel.
Namun, menjelang hari H uji coba, perusahaan tersebut memutuskan untuk menunda pelaksanaan 5G di manufakturnya sebab teknologi 5G yang ada di Indonesia dinilai lebih canggih dibandingkan dengan 5G yang ada di perusahan pusat.
"Jadi, kalau dibilang siap, ya siap inshaAllah," ujar Christian.
Uji coba dan demo jaringan 5G untuk segmen industri ini menjadi salah satu upaya Telkomsel dalam mengakselerasikan kesiapan ekosistem sehingga dapat mengadopsi teknologi 5G dan mendorong peningkatan kualitas, produktivitas, otomasi, optimasi dan efisiensi dalam operasional industri.
Untuk perangkat di industri, Christian mengatakan diperlukan chipset dan modul, yang telah banyak diproduksi oleh perusahaan teknologi, seperti yang terbaru dari Qualcomm.
"Teman-teman di industri kalau mau enable itu sebenarnya mereka hanya butuh chipsetnya atau modulnya kemudian dipasang di perangkat mereka," kata dia.
Telkomsel telah bekerjasama dengan Ericsson menghadirkan delapan use-case yang memberikan penggambaran potensi implementasi 5G di dalam operasional lintas industri, antara lain Smart Air Patrol untuk industri agrikultur, Smart Surveillance untuk sektor pemerintahan dan keamanan.
Ada pula Immersive Collaboration untuk seluruh sektor perkantoran dan perindustrian dengan menggunakan teknologi VR, Future City Planning untuk sektor pariwisata dengan teknologi mixed reality, Industry 4.0 Enabler untuk industri manufaktur, serta 5G Call, Seamless Gaming dan Entertainment untuk sektor industri kreatif.
Dalam implementasi teknologi 5G, masing-masing industri akan membutuhkan kriteria yang berbeda tergantung pada penggunaan. Misalnya, smart surveillance (pengawas pintar) membutuhkan kecepatan lebih tinggi dibanding penggunaan pada robotik.
"Dari sisi standar sama saja, untuk consumer dan enterprise yang membedakan massive atau enggak-nya," kata Christian.
Lebih lanjut, Christian mengatakan saat ini Telkomsel telah pendekatan dengan beberapa port pelabuhan di Indonesia.
"Ke depan, kita akan coba dorong ekosistemnya supaya lebih berkembang lagi, kita akan coba bekerjasama dengan semua stakeholder terkait, dengan akademisi, dengan teman-teman di universitas, kita akan coba sediakan coverage-nya di sana, supaya mereka bisa coba-coba apa sih aplikasi yang relevan buat 5G," ujar Christian.
"Kemudian, kita juga kolaborasi dengan teman-teman di pemerintahan untuk coba develop regulasi yang saling menguntungkan. Terakhir, tentu saja, manufacturing equipment dengan provider, industri, ini juga harus saling berkolaborasi juga," tambah dia. (*)