Tulungagung, Jatim (ANTARA) - Sejumlah siswa SMA di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Rabu, menyalurkan bantuan air bersih ke Desa Demuk, Kecamatan Pucanglaban, salah satu permukiman terdampak kekeringan cukup parah di daerah tersebut.
Dengan masih mengenakan pakaian seragam sekolah, para siswa dibantu guru pendamping mendistribusikan air ke bak-bak dan jerigen penampungan air yang telah berderet diantrikan warga.
Penduduk yang menerima bantuan mengaku senang. Mereka gembira karena akhirnya mendapat bantuan air bersih secara gratis untuk memenuhi kebutuhan dasar rumah tangga mereka, seperti untuk minum, memasak, hingga urusan MCK (mandi-cuci-kakus).
"Alhamdulillah, (bantuan) air ini sangat membantu kami," kata Supinah (65), salah satu warga Dusun Rowoagung, Desa Demuk, Kecamatan Pucanglaban yang mendapat bantuan air bersih.
Baca juga: Krisis air bersih melanda warga di wilayah Tulungagung selatan
Menurut keterangan salah satu guru SMA Negeri 1 Kalidawir, Huda Fauzan, ada sekitar 16.500 liter air disalurkan dalam tiga kali pengangkutan menggunakan armada truk ke titik lokasi tersebut.
Sehari sebelumnya aksi serupa dilakukan di titik pemukiman lain di desa yang sama.
"Besok juga akan disalurkan lagi bantuan air bersih ke Desa Panggunguni dengan volume kurang lebih sama, antara 15.000 - 22.000 liter air. Bergantung kemampuan daya angkut truk untuk mendistribusikan air bersih ke lokasi yang telah ditentukan," kata Huda menjelaskan.
Baca juga: Sembilan desa kekeringan, BPBD Tulungagung kirimkan air bersih
Diceritakan, ide penyaluran bantuan air bersih itu sendiri muncul spontan. Semua berawal dari keprihatinan sejumlah guru di SMA Negeri 1 Kalidawir yang melihat banyak siswa datang ke sekolah lebih awal dari jam masuk sekolah.
Setelah diusut, kata dia, ternyata siswa sengaja datang lebih awal agar bisa mandi di sekolah karena di rumah mereka tidak ada stok air untuk mandi.
"Banyak siswa yang daerah tinggalnya terdampak kekeringan. Dari situlah kemudian muncul inisiatif untuk berpartisipasi menyalurkan bantuan air bersih ke daerah-daerah terdampak kekeringan," tutur Huda.
Pengumpulan koin sumbangan pun dilakukan di sekolah. Siswa diminta sumbangan sukarela minimal Rp2 ribu, sementara guru minimal sepuluh kali lipatnya (Rp20 ribu).
Hasilnya, dalam tempo kurang dua hari terkumpul uang sumbangan sekitar Rp2,5 juta, dan saat ini sumbangan masih terus berjalan.
"Uang hasil sumbangan ini yang kami gunakan untuk membeli air bersih senilai Rp200 ribu per rit isi (volume) sekitar 5.500 liter. Jadi bantuan bisa disalurkan beberapa kali," tuturnya.
Hujan sebenarnya sudah beberapa kali turun mengguyur wilayah Tulungagung. Namun menurut Kepala Dusun Rowoagung, Kasiyat, hujan yang tidak begitu deras di desanya hanya bisa membasahi permukaan tanah lapisan atas, tidak meresap dalam ke bawah sehingga tidak berpengaruh pada sediaan air baku bawah tanah.
"Dampak kekeringan tahun ini paling parah dibanding sebelum-sebelumnya. Sumber-sumber air kering kerontang sejak dua bulan terakhir, sementara bantuan air dari pemerintah (BPBD/PDAM) tidak pernah sampai sini," kata Kasiyat.
Di Tulungagung, dampak kekeringan hingga saat ini menyebabkan sedikitnya 16 desa mengalami kesulitan air bersih. Jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih banyak karena data tersebut hanya mengacu jumlah desa yang mendapat bantuan air bersih.
Sedangkan desa-desa terdampak kekeringan parah di wilayah selatan Tulungagung seperti halnya di Desa Demuk dan Panggunguni tidak masuk peta daerah terdampak dan tidak mendapat suplai bantuan air bersih meski faktanya warga di sana kesusahan dampak kemarau panjang tahun ini.