Jember (Antaranews Jatim) - LSM Prakarsa Jawa Timur memaparkan hasil kajian penelitian tentang stunting di Kabupaten Jember dalam kegiatan diseminasi yang digelar di salah satu hotel di Kabupaten Jember, Selasa sore.
"Selama tiga bulan (Desember 2017 - Februari 2018) Prakarsa bersama berbagai akademisi telah melakukan riset di Jember yang bertujuan untuk mengetahui penyebab dan dampak stunting sehingga kedepan jumlah balita stunting bisa dikurangi," kata Direktur Prakarsa Jatim yang juga peneliti YAPPIKA Madekhan di Jember.
Menurutnya stunting merupakan kondisi dimana tinggi badan seseorang lebih pendek dibanding tinggi badan orang lain pada umumnya, namun stunting masih belum menjadi isu eksplisit dalam kebijakan kesehatan ibu dan anak di Jember.
"Wilayah yang dijadikan objek penelitian sebanyak empat desa yakni Desa Sidomulyo di Kecamatan Silo yang mewakili daerah perkebunan, Desa Jatiroto di Kecamatan Sumberbaru yang mewakili daerah pertanian, Desa Puger Wetan dan Desa Grenden di Kecamatan Puger yang mewakiki daerah pesisir, serta Kelurahan Sumbersari DI Kecamatan Sumbersari yang mewakili daerah perkotaan," tuturnya.
Dari hasil riset yang dilakukan, lanjut dia, balita dengan gizi buruk kronik yang berulang sejak dalam kandungan akan mengalami stunting, kemudian stunting memberi gambaran bahwa masyarakat khususnya perempuan makan makanan tidak bergizi dalam jangka panjang.
"Ada beberapa faktor penyebab stunting yakni kemiskinan, daerahnya tandus dan serbuan jajanan yang tidak bergizi yang menyebabkan masyarakat yang mampu malas mengolah sumber pangan bergizi, serta mengabaikan kualitas gizi makanan," katanya.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Jember Siti Nurul Qomariah mengatakan stunting merupakan isu krusial dan harus ditekan di Jember, bahkan permasalahan krusial lain di bidang kesehatan adalah kematian ibu di Jember cukup tinggi yakni Januari hingga April 2018 tercatat sebanyak 15 orang.
"Kabupaten Jember siaga satu terhadap kasus stunting karena pada 2017 tercatat prevalensi stunting di Jember sebesar 17,73 persen atau sebanyak 29.020 balita, sehingga diharapkan jumlah balita stunting bisa ditekan," katanya.
Berdasarkan data Dinkes Jember kasus stunting terbanyak berada di 10 puskesmas kecamatan yakni Puskesmas Jelbuk sebanyak 804 balita, Puskemas Arjasa (1.042 balita), Sumberjambe (1.635 balita), Mayang (1.192 balita), Paleran (699 balita), Cakru (483 balita), Rambipuji (1.002 balita), Kencong (640 balita), Sumberbaru (1.218 balita), dan Kasiyan (955 balita).
"Saya mengajak semua pihak bersama-sama untuk berkomitmen menurunkan angka balita stunting 100 persen karena persoalan stunting menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya Dinkes," ujarnya.
Ketua Persatuan Ahli Gizi Jember Puspita Arum mengatakan dampak stunting tidak hanya menyebabkan tinggi badan pendek saja, namun bisa menyebabkan risiko lain yakni sakit dan kematian lebih besar, keterlambatan perkembangan mental, penurunan kemampuan kognitif dan penderita stunting beresiko memiliki keturunan stunting.
"Stunting merupakan ancaman masa depan anak bangsa, sehingga untuk mengatasinya perlu kerja sama semua pihak," katanya.(*)