Malang (Antaranews Jatim) - Pemerintah Kota (Pemkot) Malang terus berupaya "membersihkan" praktik-praktik pungutan liar yang merugikan masyarakat di lingkungan pemkot setempat dengan menggelar sosialisasi Saber Pungli, Selasa.
"Melalui kegiatan sosialisasi Saber Pungli ini, saya berharap mampu memberikan pemahaman dan pengertian kepada para peserta terkait dengan berbagai praktik pungutan liar yang sering muncul dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan," kata Sekretaris Kota Malang Wasto di sela sosialisasi tersebut di Malang, Jawa Timur.
Selain itu, sosialisasi Saber Pungli juga diharapkan secara perlahan dapat mengubah image masyarakat, bahwa tindakan yang sangat tidak terpuji dan melawan hukum itu harus dihapus dari segala layanan publik.
Wasto meminta instansi publik, khususnya yang ada di lingkungan Pemkot Malang untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan, disiplin dalam peraturan perundangan, komitmen atas prosedur pelayanan dan terus membangun inovasi yang memberi kemudahan serta percepatan pelayanan.
"Salah upaya untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas layanan salah satunya melalui pemanfaatan teknologi informasi, sehingga dapat memberikan kepuasan sebagaimana yang diharapkan masyarakat Kota Malang, serta demi terciptanya tata kemerintahan yang baik dan bersih," tuturnya.
Sementara itu, Plt Inspektur Kota Malang Anita Sukmawati menyatakan bahwa kegiatan ini dilaksanakan untuk mencegah terjadinya praktik pungutan liar di lingkup layanan publik Pemkot Malang. "Harapan kami dengan sosialisasi ini bisa mengubah sikap mental aparatur sipil negara (ASN) serta membangun kesadaran masyarakat untuk menolak segala macam bentuk pungli," katanya.
Selama ini praktik pungutan liar hampir terjadi di segala sektor pelayanan publik. Tingginya tingkat ketidakpastian pelayanan sebagai akibat adanya prosedur pelayanan yang panjang dan melelahkan, menjadi penyebab dari semakin banyaknya masyarakat yang menyerah, ketika berhadapan dengan petugas pelayanan publik.
Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat cenderung semakin toleran terhadap praktik pungutan liar dalam penyelenggaraan pelayanan publik, padahal berdasarkan aturan yang ada, pungli termasuk gratifikasi yang merupakan kegiatan melanggar hukum, dalam hal ini diatur dalam Undang-Undang No.20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.
Sesuai UU tersebut, pidana bagi Aparatur Sipil Negara atau penyelenggara negara yang melakukan gratifikasi adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Bahkan, Presiden RI mengeluarkan Peraturan Presiden No 87 tahun 2016 tentang satuan tugas sapu bersih pungutan liar, yang dimaknai sebagai usaha yang sungguh-sungguh dalam memberantas praktik melawan pungutan liar.(*)