"Itu kan `self sensor`, bahwa Lembaga Sensor Film itu sebagai institusi yang dilandasi suatu Undang-Undang. Lembaga ini kan negara dan negara ini tidak bisa masuk ke semua orang, keluarga, nah karena itu lembaga ini mengimbau semua orang, keluarga, bapak, ibu, untuk jadi anggota Lembaga Sensor Film bagi keluarganya sendiri," kata Ketua Komisi III bidang Evaluasi dan Hubungan Antar Lembaga LSF Mukhlis Paeni dalam acara forum koordinasi dan kerja sama bidang penyensoran dengan pemangku kepentingan di Provinsi Jawa Timur, yang diselenggarakan di Kota Kediri, Jatim, Selasa.
Ia mengatakan, LSF tidak memungkinkan petugas untuk datang satu-satu memantau yang ditonton warga. Dalam melihat tayangan di media visual, keluarga yang berkepentingan untuk memahami mana tontonan yang layak dan tidak layak.
Untuk itu, kesadaran memahami tontotan tersebut diharapkan bisa tumbuh dimulai dari keluarga.
Ia juga menambahkan, di era teknologi yang semakin canggih seperti sekarang ini tidak bisa dimungkiri bahkan tidak bisa dilawan. Namun, masyarakat bisa lebih arif untuk memastikan tontonan yang layak bagi anak-anak, keluarga ataupun yang tidak layak.
Ia bahkan mengakui, untuk meningkatkan kesadaran tersebut tidak hanya berupa ucapan, melainkan dengan perbuatan. Bahkan, dengan sabar memberikan pengertian dan selalu mendampingi anak-anak saat menonton berbagai tayangan di media visual.
"Kecanggihan teknologi tidak bisa dimungkiri, dilawan. Tidak satupun manusia yang bisa melawan globalisasi, tapi hanya bisa berdamai. Caranya dengan menggunakan teknologi untuk kesadaran orang-orang di sekitarnya," katanya.
Untuk berbagai tayangan di jejaring sosial "Youtube", Mukhlis mengakui hingga kini LSF juga komunikasi aktif dengan kementerian komunikasi dan informatika (Kominfo).
Ia mengakui, hingga kini pengawasan belum optimal, namun LSF memberikan apresiasi kepada pengelola jejaring sosial tersebut yang ternyata mempunyai kesadaran untuk semakin selektif dengan berbagai konten yang layak disensor.
Ia juga menilai, Kediri termasuk kota yang cukup maju. Ia mendorong serta agar para pemerhati budaya, seni, turut serta dalam menyukseskan program sensor mandiri ini.
Caranya, dengan memperhatikan secara betul beragam hasil kreasinya agar tidak melanggar, sehingga penonton terjauh dari pengaruh negatif film.
Kegiatan itu dihadiri perwakilan dari Pemerintah Kota/Kabupaten Kediri, pemilik rumah produksi, kalangan akademisi, dan sejumlah tamu undangan lainnya.
Para peserta sangat antusias, salah satunya dari pemilik rumah produksi dari berbagai daerah di Kediri dan sekitarnya.
Eni Setyaningsih, salah seorang pengelola rumah produksi musik di Kabupaten Nganjuk mengaku senang dengan adanya kegiatan ini. Ia lebih memahami bagaimana cara mengelola serta memproduksi suatu lagu tanpa melanggar aturan yang sudah ditetapkan.
"Ini sangat membantu karena kami menjadi tahu dari LSF larangan-larangan yang ditampilkan. Saya juga punya anak, jadi sayang jika ada tampilan atau hal negatif," kata Enny.
Ia juga mengaku, selama meluncurkan berbagai album di grup musiknya selama ini tidak pernah terkena teguran dari LSF. Namun, ia selalu meminta pada semua tim untuk melakukan seleksi secara ketat berbagai lagu serta kemasan album yang akan diedarkan.
"Bahasanya juga harus tersaring dengan benar, jadi kami pilih apa yang ditampilkan. Saya pribadi tidak membolehkan para artis memakai pakain minim," kata perempuan yang juga penyanyi dangdut ini. (*)