Surabaya (Antara Jatim) - Kementerian Perdagangan (Kemendag) kini terus mengkaji sejumlah regulasi yang terkait dengan kelancaran arus barang di pelabuhan, khususnya arus barang ekspor, agar dunia usaha semakin bergairah.
"Jangan sampai proses 'flow of document' maupun 'flow of goods' justru membebani pelaku usaha," kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, di Surabaya, Kamis.
Oke saat membuka Kongres Nasional Dewan Pemakai Jasa Angkutan Indonesia (Depalindo) X serta Diskusi Interaktif bertema Mendorong Peningkatan Ekspor Nasional dengan Menekan Biaya Logistik, menyatakan Kemendag kini sedang mengkaji 35 peraturan yang terkait impor dan 18 yang berhubungan ekspor untuk mendukung kelancaran arus barang.
Dengan demikian, nantinya akan ada deregulasi sehingga arus barang semakin lancar, waktu barang mengendap di pelabuhan atau "dwelling time" bisa ditekan, dan daya saing produk pun meningkat.
Untuk itu, kata dia, perlu pengaturan kembali mengenai tatalaksana ekspor maupun impor.
Menurut Oke, saat ini ada sekitar 11 ribu pengklasifikasian produk perdagangan atau Harmonized System (HS). Dari jumlah itu, sebanyak 5.280 HS termasuk dalam komoditas yang dikenakan "lartas", yakni barang yang dilarang dan/atau dibatasi impor atau ekspornya.
Sedangkan dari 5.280 HS tersebut, 3.466 HS di antaranya yang terkait dengan Kemendag. "Kita sedang mengkaji. Kita berharap nantinya tinggal sekitar 1.000 HS, sedangkan sisanya dilakukan dengan mekanisme pengawasan di 'post border'," kata dia dalam acara yang dihadiri para pelaku usaha kepelabuhanan di Tanjung Perak Surabaya.
Meski Kemendag terus mengupayakan agar biaya logistik bisa ditekan, Oke juga meminta kalangan pelaku usaha memanfaatkan skema-skema perdagangan yang sudah dibangun untuk mendukung penurunan biaya logistik tersebut.
Contohnya, selama ini masih kurang dari 40 persen pelaku usaha yang memanfaatkan kerja sama dengan sejumlah negara melalui penggunaan surat keterangan asal (SKA) agar tidak dikenakan biaya ekspor.
"Kemendag akan memfasilitasi untuk memotong mata rantai birokrasi maupun perizinan sehingga biaya logistik dapat ditekan dan daya saing bisa ditingkatkan," ucapnya, menandaskan.
Indeks daya saing global Indonesia kini turun di posisi 41 dari sebelumnya 37 di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand. (*)