Surabaya (Antara Jatim) - Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Kota Surabaya meminta lurah dan camat melaporkan batas wilayahnya yang masuk dalam kawasan konservasi Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) agar tidak ada bangunan yang berdiri di kawasan tersebut.
"Terutama pak Lurah, semua harus mampu menerjemahkan peta konservasi dan RTH (ruang terbuka hijau) dari Pemkot Surabaya," katanya Ketua Komisi C DPRD Surabaya Syaifudin Zuhri saat rapat dengar pendapat bersama camat/lurah di ruang Komisi C, Senin.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga meminta kepada seluruh lurah dan camat di kawasan Pamurbaya untuk segera melaporkan seluruh pengembang dan pemukim di wilayahnya yang terindikasi masuk dalam kawasan konservasi dan RTH.
"Kami minta data tertulis dan rinci, nama pengembang dan nama pemukim yang bangunannya masuk dalam kawasan konservasi dan RTH, data itu harus sudah masuk sebalum rapat berikutnya digelar, karena persoalan ini meresahkan warga, maka harus segera diselesaikan," katanya.
Camat Gunung Anyar Dewanto mengatakan jika ditanya apakah lurah memahami soal peta konservasi dan kawasan RTH, tentu jawabnya mengerti, tetapi selama ini mereka memang tidak mengetahui kepastian batasan riilnya, karena patoknya memang tidak jelas bahkan tidak ada.
Tidak hanya itu, Dewanto juga menyampaikan adanya kendala jika nantinya dilakukan penertiban, karena faktanya ada beberapa bangunan yang berdiri sebelum aturan soal konservasi dan RTH di berlakukan.
"Memang waktu itu dibolehkan, maka untuk tahun ini dan selanjutnya kami akan berusaha untuk tidak mengeluarkan perizinan, namun demikian kami juga membutuhkan surat petunjuk resmi dari bagian hukum," katanya.
Perwakilan dari Dinas Permukiman dan Cipta Karya Pemkot Surabaya Dewi mengatakan bahwa pemasangan patok tidak pernah dilakukan meskipun faktanya di lapangan ada.
Namun, jawaban ini spontan dikoreksi perwakilan dari Bappeko Surabaya Herlambang yang mengaku jika pihaknya-lah yang selama ini melakukan pematokan di lapangan.
Anggota Komisi C DPRD Surabaya Ahmad Suyonto mengingatkan kepada Bappeko untuk kembali kepada tupoksinya, karena jika pematokan itu terus dilakukan, maka pelaksanaannya bisa menjadi temuan BPKP karena berkaitan dengan penggunaan anggaran negara.
"Itu bisa menjadi temuan BPK soal penggunaan anggarannya, karena pematokan batas wilayah itu hanya bisa dilakukan oleh dinas teknis, bukan Bappeko," katanya. (*)