Surabaya, (Antara Jatim) - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menilai sikap pemerintah yang tidak meratifikasi Sidang Tahunan ke-7 Konferensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau "Framework Convention on Tobacco Control" (FCTC) di India sangat tepat, karena di dalamnya tidak melibatkan unsur petani tembakau.
"FCTC juga tidak berpihak pada kepentingan nasional Indonesia, serta berpotensi menghambat perekonomian nasional yang bertumpu pada sektor pertanian dan perkebunan," kata Ketua Umum APTI Soeseno, dalam keterangan persnya di Surabaya, Selasa.
Menurut Soeseno, sidang tahunan FCTC terbukti tidak mempertimbangkan aspek kehidupan para pemangku kepentingan industri tembakau yang telah berkontribusi pajak secara nasional sebesar Rp173,9 triliun pada 2015, dan mampu menyerap enam juta tenaga kerja lebih.
"Kami dari pihak APTI secara konsisten menolak FCTC yang merugikan petani tembakau dan cengkeh. Sebab dalam sidang itu melarang penggunaan cengkeh sehingga mematikan produk rokok kretek khas Indonesia," katanya.
Selain itu, juga melarang interaksi pemerintah dan perusahaan tembakau, melarang total kegiatan promosi dan sponsor, serta menerapkan kebijakan kemasan polos yang mengabaikan hak konsumen untuk mengetahui kandungan yang ada di dalam produk hasil tembakau.
Sementara itu, Soeseno mengaku juga menyesalkan penahanan 500 petani India yang melakukan aksi protes terhadap sidang tersebut, padahal petani tembakau itu berharap adanya dialog karena kebijakan yang dihasilkan pada konferensi akan mempengaruhi kehidupan 46 juta orang yang hidup dari industri hasil tembakau.
"Penahanan itu telah melukai perasaan para petani tembakau di seluruh dunia, termasuk India dan Indonesia. Semestinya, panitia FCTC tidak melakukan diskriminasi dan sebaliknya mendengarkan suara para petani tembakau di seluruh dunia yang penghidupannya terancam akibat kebijakan tembakau yang tidak adil," katanya.
Tidak hanya melakukan penahanan, Soeseno menyebut panitia FCTC juga melarang media, para pejabat pemerintah untuk menyampaikan aspirasi industri tembakau dan berpartisipasi dalam konferensi yang digelar di New Delhi itu.
"Dalam sidang itu, panita FCTC juga menolak bekerja sama dengan interpol serta bea dan cukai karena dinilai berkaitan langsung dengan perusahaan tembakau," katanya.
Sebelumnya, konferensi tersebut digelar setiap dua tahun sekali, dan dihadiri oleh anggota yang berasal dari 180 negara.(*)