Banyuwangi (Antara Jatim) - Lepaskan saja ke mana mata hendak memandang. Yang tersaji adalah keindahan. Wisata bahari Bangsring menyajikan perpaduan sempurna ketika rombongan berperahu bertolak menuju Pulau Tabuhan untuk menyaksikan lomba selancar angin internasional, Sabtu, 22 Agustus 2015.
Menghadap ke barat kita bisa menyaksikan deretan gunung, termasuk Ijen yang kesohor di dunia karena fenomena api birunya. Ke timur, disambut hijaunya pepohonan Pulau Bali yang seperti menyembul begitu saja dari dalam laut. Ke selatan, tersaji aktivitas kapal-kapal kargo, perahu-perahu dan feri yang mengantar penumpang dari Banyuwangi ke Gilimanuk, Bali, atau sebaliknya.
Ke utara, lekukan puncak Gunung Baluran di kawasan Taman Nasional Baluran yang menjadi penegas batas cakrawala terlihat anggun.
Ke atas, langit biru yang bersaput awan putih menjadi momen yang selalu dinantikan setiap hendak mengabadikan kejadian dengan foto. Ke bawah, terlihat birunya air laut yang tenang bersahabat, sesekali menampakkan karang-karang indah.
Perjalanan dari Pantai Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, kala itu hanya "terganggu" oleh hempasan air laut yang sedikit berombak membasahi pakaian. Hal itu tidak terlalu menjadi masalah karena rombongan sudah membungkus barang-barangnya, khususnya perangkat elektronik, dalam plastik rapat.
Mendekati tujuan, Pulau Tabuhan yang tidak berpenghuni itu, semua tercengang menyaksikan gradasi air laut dari biru di bagian tengah, kemudian hijau toska yang lembut, disusul warna sangat jernih dan berakhir di pantai dengan hamparan pasir putih.
"Wow, indahnya. Bagus sekali perpaduan warna air lautnya," kata Wawan, anggota rombongan dari Surabaya tidak mampu menyembunyikan perasaannya, sebelum turun dari perahu.
Itulah Pulau Tabuhan, salah satu tujuan wisata dan juga masa depan dunia perpelancongan bahari di Banyuwangi.
Tabuhan menjadi semacam penghibur bagi masyarakat Banyuwangi bagian utara bahwa berkah wisata, khususnya laut, tidak hanya menumpuk di wilayah selatan.
Terik matahari setengah siang itu menjadi tidak terasa ketika kaki menginjak pasir putih halus di sekeliling Tabuhan. Bahkan, anggota rombongan seperti bingung harus "meletakkan" pandangan di bagian mana. Pulau Tabuhan kah atau menoleh ke belakang tempat perahu ditambatkan?
Di arah belakang gradasi air laut masih menyisakan "magnet" bagi mata untuk dipandang. Sementara di Tabuhan sendiri, selain hamparan pasir putih, warna-warni parasut peserta selancar layang atau kiteboarding meliuk-liuk mengelilingi pulau seluas 5 haktare itu menjadi pemandangan lain. Sesekali peselancar profesional dunia itu melakukan gerakan melompat ke udara.
Bukan hanya wisatawan dalam negeri, Jeroen van Der Kooij, salah satu penggagas selancar layang asal Belanda, juga memuji Pulau Tabuhan yang sangat bagus, khususnya untuk lokasi kegiatan "kiteboarding" yang mengandalkan kekuatan angin.
"Menurut saya, di Indonesia yang paling bagus adalah Pulau Tabuhan ini, khususnya untuk kategori 'freestyle' karena relatif tidak ada ombak," kata praktisi wisata yang sudah bisa berbahasa Indonesia ini.
Dia menilai lokasi di Bali kurang karena anginnya tidak terlalu kencang, sedangkan di Sumbawa memiliki angin cukup bagus, namun ombaknya dinilai terlalu besar.
Sementara di Tabuhan dinilainya sangat ideal karena dengan kebutuhan minimal kecepatan angin 10 knot, di Tabuhan ini justru bisa mencapai 20 knot.
Abdullah Azwar Anas yang kala itu menjabat Bupati Banyuwangi mengemukakan bahwa Pulau Tabuhan yang kecil memiliki kelebihan karena perawatannya yang sangat mudah. Selain tentu alamnya yang sangat menawan.
"Karena pantainya kecil, maka membersihkannya sangat mudah. Kalau pulau ini ditata dengan baik, maka akan menjadi tujuan wisata yang diminati banyak orang," kata politisi pada 9 Desember 2015 memenangi Pilkada Banyuwangi itu.
Sebagai tujuan baru, Pulau Tabuhan masih memiliki sejumlah catatan yang harus diperbaiki agar pengunjung lebih nyaman. Salah satunya, pulau itu perlu ditanami pohon perindang atau bisa dengan peneduh buatan semacam gazebo.
Selain itu terumbu karang yang seharusnya menjadi pendukung utama keindahan pulau itu kini sudah rusak akibat dari pengeboman ikan oleh para nelayan di masa lalu.
Karena itu, menurut Jeroen van Der Kooij, Pulau Tabuhan perlu perbaikan ekosistem bawah airnya, khususnya terumbu karang.
"Kalau kita lihat airnya jernih sekali, tapi di dalam ada masalah. Terumbu karangnya mati," katanya.
Pemilik penginapan di Brangsring itu mengemukakan pihaknya siap membantu jika pemerintah daerah memiliki konsep yang bagus untuk memperbaiki kembali ekosistem pulau itu.
Menurut dia, kalau terumbu karang pulau itu bagus, maka akan menjadi tujuan wisata snorkeling dan akan diminati wisatawan asing.
Meskipun, demikian wisatawan bisa mengobati kerinduan akan keindahan terumbu karang di dekat Pulau Tabuhan, yakni rumah apung dan pemandangan bawah laut di Bangsring. Lokasi ini biasanya menjadi satu paket dengan Tabuhan, termasuk ke Pulau Menjangan di Pulau Bali.
Kalau dari pantai Bangsring ke Tabuhan memerlukan waktu sekitar 20 menit dengan perahu, ke rumah apung dan titik penyelaman atau sekadar snorkeling hanya butuh waktu tidak sampai tujuh menit.
Di lokasi minimal tiga meter dari bibir pantai, wisawatan sudah bisa menikmati warna warni terumbu karang dan hilir mudik berbagai jenis ikan, khususnya ikan hias. Rumah apung yang di dalamnya ada tempat rehabilitasi hiu itu, hanya terletak sekitar 10 meter dari bibir pantai. Hiu yang identik dengan ikan ganas dapat diajak bermain di lokasi itu. Maklum, ikan bekas tangkapan nelayan itu masih anakan. Anak-anakpun bisa bermain-main dengan hiu dan dijamin aman.
Karena pengunjung bisa menceburkan diri ke keramba hiu, aspek kesejahteraan satwa menjadi berpotensi terganggu di lokasi ini. Tidak jarang wisawatan memegang hiu kemudian mengangkatnya ke permukaan untuk objek berfoto.
Untuk menghindari itu, para pemandu sebetulnya bisa memantau betul aktivitas wisatawan di keramba dan mengingatkan untuk tidak memegang hiu.
Keindahan karang dan ikan hias perairan Brangsing merupakan pesona yang tersisa akibat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan oleh nelayan setempat di masa lalu.
Masyarakat Bangsring mengaku beruntung segera tersadarkan sehingga terumbu karang di perairan itu tidak sampai punah. Bahkan, petugas Taman Nasional Bali Barat, sebagaimana diungkapkan Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Bangsring Abdul Aziz mengakui bahwa lokasi itu dua tahun ke depan bisa mengalahkan titik penyelaman di sekitar Pulau Menjangan.
"Ini adalah masa depan pariwisata Indonesia dan masa depan kehidupan masyarakat Bangsring, serta Banyuwangi pada umumya. Karena itu harus kami pelihara," kata Aziz. (*)