Pamekasan (Antara Jatim) - Kalangan anggota DPRD Pamekasan, Pulau Madura, Jawa Timur, mendukung penegakan hukum bagi oknum provokator bernuansa Sara, dalam kasus penyegelan SDN Klampar 3, Kecamatan Proppo, Pamekasan yang terjadi 27 Juli 2015.
"Penegakan hukum bagi oknum warga pelaku kriminal harus ditegakkan," kata Wakil Ketua DPRD Pamekasan Imam Kusairi kepada Antara di Pamekasan, Kamis.
Namun demikian, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini meminta, jika penegakan justru akan mempekeruh suasana, terutama bagi masyarakat yang memang telah terprovokasi isu bernuansa Sara yang dienduskan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab itu, maka sebaiknya dicarikan solusi alternatif.
Wakil rakyat dari Kecamatan Pegantenan ini mengaku, sebelum insiden SDN Klampar 3 di Kecamatan Proppo, Pamekasan itu terjadi, memang ada sejumlah warga yang menemui dirinya dan menuturkan, rencana mereka.
"Saat itu saya menyarankan agar tokoh masyarakat yang menemui saya itu hendaknya melakukan klarifikasi dulu, sebelum bertindak, baik kepada Bupati Pamekasan secara langsung, maupun kepada Dinas Pendidikan sebagai dinas teknis di bidang pendidikan," terang Kusairi.
Tidak hanya legislator Imam Kusairi, Ketua Komisi I DPRD Pamekasan Ismail juga menyatakan mendukung upaya penegakan hukum insiden bernuansa Sara di SDN Klampar 3, Kecamatan Proppo, Pamekasan itu.
Ia juga mengecam aksi penyegelan lembaga pendidikan di Kecamatan Proppo itu, karena telah menggangu kegiatan belajar mengajar, bahkan telah melumpuhkan aktivitas pendidikan di sekolah itu. "Sebagai Ketua Komisi, kami menyayangkan terjadinya tindakan itu," katanya.
Namun, sebagaimana Imam Kusairi, politikus Partai Demokrat Pamekasan ini juga meminta, agar dampak yang lebih luas juga dipertimbangkan oleh aparat penegak hukum.
"Supremasi hukum dalam kasus pelanggaran hukum harus tetap ditegakkan," kata mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan ini.
Ia menuturkan, jauh sebelum insiden itu terjadi, pihaknya memang menerima informasi dari sebagian masyarakat di Desa Klampar. Berdasarkan informasi itu, pihaknya selanjutnya memberitahukan ke Komisi IV DPRD Pamekasan dan telah dilakukan pertemuan dengan memanggil Dinas Pendidikan Pamekasan.
"Kabar dari masyarakat terkait persoalan di SDN Klampar 3 Pamekasan itu pasca-mutasi, yakni sebelum Ramadhan 1436 Hijriah ini," katanya.
Ia menduga, persoalan kembali memanas, setelah adanya insiden di Tolikara, Papua, apalagi ada provokator yang terus melakukan kegiatan memperkeruh suasana untuk kepentingan kelompok tertentu, terus aktif bergerak, maka masyarakat dan sebagian tokoh masyarakat dan tokoh agama di wilayah itu, menjadi terpancing, hingga akhirnya melakukan aksi penyegelan.
"Jika saja pemkab dan instansi dinas terkait proaktif melakukan upaya antisipasi dini, kemungkinan kasus insiden di SDN Klampar 3, Kecamatan Proppo, Pamekasan itu, tidak akan terjadi," katanya menambahkan.
Insiden di SDN Klampar 3, Kecamatan Proppo, Pamekasan itu terjadi, karena kepala sekolah baru di lembaga pendidikan itu, Fransiska, diisukan non-Muslim, sedangkan semua murid di sekolah itu memeluk agama Islam.
(*)