Susu Formula versus Air Susu Ibu
Sabtu, 19 April 2014 12:11 WIB
Oleh Anom Prihantoro
Gempuran iklan susu formula seperti menjungkirbalikkan fitrah alamiah seorang ibu untuk menyusui atau memberikan Air Susu Ibu (ASI), demikian tulis Adenita melalui bukunya "BreastFriends".
Iklan susu formula dicitrakan mampu memicu seorang balita menjadi cerdas hanya lewat susu buatan pabrik bukan ASI. Ada kesalahpahaman yang dibangun oleh iklan susu formula.
Menurut Adenita, terdapat kecenderungan sebuah masa di mana citra ibu menyusui merosot karena kegiatan menyusui dipandang hanya dilakukan oleh ibu yang berasal dari golongan menengah ke bawah karena tidak mampu membeli susu formula.
"Entah bagaimana mulanya sebuah tren itu muncul. Namun yang pasti semua itu ada kaitannya dengan cara pemasaran susu formula yang masih 'brutal' dan melanggar kode pemasaran makanan pengganti ASI. Yang jelas, di masa itu bayi-bayi dianggap keren sebagai hasil produk 'kaleng silver' atau 'kaleng emas' (susu formula) lainnya," katanya.
Adenita mengatakan telah banyak penelitian yang menunjukkan ASI merupakan makanan sempurna untuk bayi. ASI itu sempurna bagi bayi karena kaya zat gizi dan bersifat mudah dicerna oleh sistem pencernaan bayi yang masih sensitif.
Singkatnya, dia kurang setuju dengan materi iklan susu formula di media, terutama televisi yang seakan menggeser pentingnya ASI untuk anak diganti dengan susu sapi pabrikan.
Alasannya, pemikiran susu formula yang lebih baik dari ASI itu tanpa dasar sebagaimana dikuatkan oleh pakar kesehatan dr Utami Roesli.
Pakar kesehatan itu menyebutkan masalah-masalah yang akan dihadapi oleh seorang ibu yang seharusnya menyusui bayinya namun lebih memilih menyerahkannya kepada susu formula.
"Terdapat banyak penyakit dan atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh seorang ibu yang memilih tidak menyusui bayinya. Bagaimana mungkin seorang manusia dewasa yang rasional kalau diberi pilihan kelak mau sehat atau sakit, justru memilih sakit," katanya.
Berdasarkan kajian yang dilakukannya, terdapat sejumlah penyakit dan atau gangguan kesehatan jika ibu lebih memilih untuk mengesampingkan ASI.
Setidaknya soerang ibu dapat menghindari sekitar 14 penyakit dan atau gangguan kesehatan seperti kanker payudara, kanker indung telur, kanker rahim, kencing manis dan kegemukan. Sementara bagi anak dapat terhindar dari 12 penyakit di antaranya radang saluran nafas (Pneumonia), mencret, kekurangan nutrisi, kanker anak, alergi dan asma.
Senada dengan Utami, ahli alergi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr Zakiudin Munasir mengatakan susu formula memang memiliki potensi besar dalam memicu sejumlah gangguan kesehatan bagi bayi seperti alergi dan asma.
Alasannya, komposisi protein susu formula terkadang sangat kompleks bagi penceranaan bayi padahal pencernaan bayi belum berkembang secara sempurna di enam bulan pertamanya.
"Sistem pencernaan bayi terutama untuk enam bulan pertama belum tumbuh secara sempurna sehingga belum bisa mencerna susu sapi yang kandungannya kompleks. Dengan kata lain, Air Susu Ibu (ASI) tetap yang diutamakan untuk diberikan kepada bayi dibanding susu sapi," kata peneliti "Health Economics" dari Unit Kesatuan Kerja Alergi-Imunologi Ikatan Dokter Anak Indonesia itu.
Menurut Zaki, sistem pencernaan pada bayi belum dapat mencerna dan menyerap nutrisi susu formula dengan baik. Terlebih susu formula bermaterikan protein kompleks yang belum dipecah proteinnya lewat proses laboratorium dan atau pabrik.
"Yang berhubungan dengan alergi bayi itu protein. Susu yang belum dipecah kandungannya akan diproses pencernaan bayi secara utuh. Padahal pencernaan bayi belum siap dengan susu dengan kandungan kompleks."
Tumbuhkan Jiwa Keibuan
Menyusui bayi nampaknya tidak saja bermanfaat bagi kesehatan fisik anak tetapi juga dapat memicu kesehatan psikologi terutama antara ibu dan bayi. Hal itu diakui oleh Kemala Dewi Armiyani (Lala Sirat) yang menganggap dengan menyusui dapat menumbuhkan jiwa keibuannya.
Ibu yang sempat mengalami keterkejutan saat pertama kali menyusui mengatakan, "persiapan menyusui sama sekali nggak ada. Pada saat itu yang ada di otakku cuma 'kekeuh' harus nyusuin anakku ini. Karena aku nggak mau anakku nanti alergian seperti ibunya," katanya.
Berdasarkan pengakuannya, pertama kali dirinya kurang paham tentang bagaimana menyusui. Bahkan dia sempat memberi susu formula sebagai pengganti ASI. Akan tetapi, akhirnya dia berani keluar dari kebiasaan memberi susu formula setelah mencari informasi lewat internet dan kakanya.
Lebih dari itu, dengan menyusui bayi dapat menciptakan kehangatan dan interaksi antara ibu dan anak. Kehangatan itu tercipta kala proses menyusui sedang berlangsung lantaran ada kontak fisik secara langsung. Berbeda halnya jika bayi hanya diberi susu formula lewat botol.
Pendek kata, menyusui merupakan hal alamiah yang terjadi pada ibu dan bayi dari masa ke masa dalam sejarah manusia.
Susu Formula Diperbolehkan
Walau bagaimanapun, terdapat banyak kendala bagi seorang ibu untuk menyusui bayinya. Sehingga dalam keadaan tertentu susu formula terkadang menjadi penting.
Meski begitu, susu formula yang umum di pasaran adalah berasal dari susu sapi. Sejatinya, susu jenis itu ditujukan untuk dikonsumsi hewan bukan manusia. Dua jenis makhluk hidup yang banyak mengalami perbedaan struktur fisik.
Dr Zakiudin sangat menyarankan bagi ibu untuk selalu memberikan ASI dibanding susu formula. Akan tetapi, dalam keadaan tertentu ibu menyusui akan sulit memberi susu kepada bayinya. Maka dari itu, bagi mereka yang terpaksa memberi susu formula kepada bayinya agar mempertimbangkan kandungan nutrisi susu.
"Maka pilihlah susu dengan kandungannya yang sudah dipecah. Karena kalau tidak dipecah maka sistem pencernaannya bisa tidak kenal dan tidak toleran terhadap susu sapi. Akibatnya ada ketidakseimbangan di dalam tubuh bayi yang nantinya akan memberikan masalah kesehatan kepada bayi," katanya.
Menurutnya ada tiga jenis susu sapi yang telah dipecah yaitu parsial, ekstensif dan asam amino. "Semakin dipecah semakin mahal, tapi makin tidak enak rasanya karena proteinnya telah dipecah, meski kandungan susu itu menjadi lebih sederhana."
"Bijaklah dalam memilih jenis susu dan jika perlu dikonsultasikan kepada mereka yang lebih berpengalaman atau yang sudah ahli (dokter)," katanya. (*)