Ketergantungan Pendanaan APBD dari APBN Tinggi
Selasa, 15 April 2014 20:19 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Tingkat ketergantungan pendanaan anggaran pembangunan dan belanja daerah dari dana transfer anggaran pembangunan dan belanja negara hingga kini masih relatif tinggi, akibat masih banyaknya potensi pajak di daerah belum dioptimalkan.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Rukijo, kepada wartawan di Surabaya, Selasa, mengemukakan total dana transfer dari pusat ke daerah pada 2013 mencapai Rp529,68 triliun, sementara total pendapatan asli daerah (PAD) dari seluruh daerah secara nasional lebih kurang Rp139,616 triliun.
"Dari angka tersebut jelas terlihat bahwa dana transfer dari APBN masih memiliki peran sangat besar dalam menopang pendanaan APBD," kata Rukijo usai berbicara pada seminar "Kebijakan Fiskal dan Pengembangan Ekonomi Terkini".
Dana transfer dari pusat (APBN) itu, antara lain berupa DAU (Dana Alokasi Umum), DAK (Dana Alokasi Khusus), DBHP (Dana Bagi Hasil Pajak), DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau), dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam.
Menurut dia, pertumbuhan PAD pada periode 2009-2012 rata-rata sekitar 25 persen dan ditargetkan tumbuh 21 persen selama periode 2013-2015. Sementara dana transfer ke daerah pada 2009-2015 rata-rata tumbuh 18 persen.
Rukijo menambahkan ketergantungan yang relatif tinggi dari dana transfer pusat (APBN) bisa dikurangi, jika daerah mampu mengoptimalkan potensi pendapatan dari sektor pajak dan retribusi yang belum tergarap.
"Kendalanya memang pada regulasi atau peraturan daerah, karena sebenarnya masih banyak potensi pajak dan retribusi yang bisa digali untuk memaksimalkan penyerapan PAD," tambah Rukijo.
Ia membeberkan data jumlah pemungutan pajak provinsi yang sudah ditetapkan dengan perda sebanyak 143 pemungutan atau 86 persen dari 165 peluang yang ada.
Sementara pemungutan pajak kabupaten/kota yang telah ditetapkan melalui perda sejumlah 3.967 pemungutan atau sekitar 73 persen dari 5.401 peluang pemungutan.
Angka lebih rendah justru tercatat pada pemungutan retribusi, karena di tingkat provinsi baru 212 pemungutan yang di-perda-kan atau hanya 29,2 persen dari 726 peluang pemungutan retribusi.
Begitu juga di tingkat kabupaten/kota, dari total peluang 15.221 pemungutan retribusi, baru 5.815 pemungutan yang telah ditetapkan melalui perda atau sekitar 38,2 persen.
"Daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota masih punya peluang besar untuk memaksimalkan potensi PAD melalui pajak dan retribusi, asalkan tidak menyalahi ketentuan yang diatur dalam UU nomor 28 tahun 2009 tentang PDRD (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah)," papar Rukijo.
Beberapa upaya yang bisa dilakukan daerah, antara lain dengan menyusun regulasi atau perda pemungutan pajak dan retribusi, serta melakukan aktualisasi data potensi pajak dan retribusi di daerah.
"Contohnya, orang punya tanah sudah dipecah menjadi beberapa sertifikat, tetapi pajak yang dibayar masih satu. Kemudian bangunan yang direnovasi, bayar pajaknya masih pakai data bangunan lama," ujarnya. (*)