Surabaya (Antara Jatim) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Surabaya memprotes tindak kekerasan oleh aparat kepolisian terhadap dua jurnalis Tuban saat meliput konser musik D'Massiv di Alun-alun Tuban, Minggu (17/11) malam. "Kami mendengar dengan penuh keprihatinan kekerasan yang dilakukan anggota kepolisian terhadap dua jurnalis Tuban, yakni Mubarok (JTV) dan Muthohar (Beritajatim.com)," kata Direktur LBH Pers Surabaya Athoillah di Surabaya, Selasa. Oleh karena itu, LBH Pers Surabaya menuntut adanya proses hukum atas seluruh tindak kekerasan dan upaya menghalang-halangi aktivitas jurnalistik yang merupakan pelanggaran terhadap jaminan kemerdekaan pers yang diatur dalam UU nomor 40/1999 tentang Pers. Selain itu, pihaknya meminta Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur untuk menggunakan seluruh kewenangan yang dimiliki untuk memastikan adanya penanganan yang sungguh-sungguh dan profesional atas kasus itu, sekaligus menyerukan kepada seluruh pembela dan pendukung kemerdekaan pers agar memperkuat solidaritas. "Kami juga mengingatkan perusahaan pers dimana kedua jurnalis tersebut bekerja untuk memberikan pendampingan yang memadai sesuai dengan pedoman penanganan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang telah dibuat oleh Dewan Pers dan berbagai organisasi jurnalis dan organisasi perusahaan pers," katanya. Informasi yang diterima LBH Pers Surabaya menyebutkan saat Mubarok mengambil gambar polisi yang sedang menenangkan dan menangkap beberapa penonton yang membuat ricuh, ada anggota polisi yang dengan sengaja memegang Mubarok, merebut kamera, dan merampas kaset yang berada di dalamnya. Muthohar yang berdekatan dengan Mubarok menjelaskan kepada aparat Kepolisian bahwa Mubarok adalah jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya, namun justru Muthohar menerima kekerasan, berupa kepala yang dipukul dengan tongkat. LBH Pers Surabaya memandang tindakan aparat Kepolisian tersebut merupakan tindakan yang menghalang-halangi kemerdekaan pers yang dilindungi oleh UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Terhadap yang bersangkutan diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 UU Pers 40/1999. "Karena itu, kami mendesak adanya penyelidikan dan penyidikan yang memadai atas tindakan ini. Permintaan maaf oleh Kapolres Tuban tidak cukup, karena tidak adanya penegakan hukum yang serius terhadap kejadian ini akan melahirkan imunitas bagi tindakan-tindakan kekerasan," katanya. Dalam kesempatan itu, LBH Pers Surabaya juga menyesalkan gugatan perdata yang dilakukan pengembang hotel The Rayja terhadap Ketua Forum Masyarakat Peduli Mata Air (FMPMA) Gemulo-Batu, H. Rudi ke Pengadilan Negeri Malang. "Gugatan itu erat dengan aktivitas H. Rudi yang bersama-sama masyarakat Gemulo-Batu menolak pembangunan hotel The Rayja karena dinilai akan merusak lingkungan hidup, tidak memenuhi syarat analisis dampak lingkungan dan bertentangan dengan rencana tata ruang. Itu merupakan ancaman terhadap hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan lingkungan hidup," katanya. Atas hal tersebut, LBH Pers Surabaya mengingatkan majelis hakim Pengadilan Negeri Malang agar berhati-hati dalam memimpin dan memutus gugatan ini. Majelis hakim ditantang untuk membuktikan apakah dirinya akan terlibat dalam upaya membela kepentingan rakyat atau justru sebaliknya. (*)
Berita Terkait

AJI Kediri minta penegakan hukum tidak tebang pilih
30 Maret 2021 12:30

KY: Hakim Juga Keluhkan Pers
7 Oktober 2015 18:43

LBH Pers Surabaya Kecam Kekerasan terhadap Wartawan Malang
10 Januari 2013 19:37

LBH Surabaya Desak Polisi Pamekasan Gunakan UU Pers
21 Desember 2012 19:33

LBH Pers Surabaya Kutuk Kekerasan Terhadap Jurnalis Blitar
29 Agustus 2012 13:42

LBH Pers Minta Malaysia Tak Ulangi Penangkapan Jurnalis
10 Mei 2012 11:35

Pers Indonesia, Bebas tapi Belum Merdeka
9 Februari 2012 09:36

LBH: Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia Turun
1 Februari 2012 12:48