Surabaya (ANTARA) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Surabaya menerima sebanyak 26 aduan dugaan pelanggaran pembayaran tunjangan hari raya (THR) tahun 2024 yang disampaikan secara luring maupun daring.
Koordinator Posko THR LBH Kota Surabaya Achmad Roni di Surabaya, Senin, mengatakan terdapat 1.203 korban yang dikelompokkan ke dalam enam kategori, yakni 824 pegawai perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), 271 pegawai perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), 1 tenaga alih daya, 77 mitra, 25 pekerja harian lepas, dan 2 tidak jelas status kerjanya.
"Tahun ini banyak pekerja kontrak yang terlanggar hak hak THR-nya untuk tindak lanjutnya h+3 hingga h+7 lebaran kami konfirmasi lagi," kata Roni.
Berdasarkan data Posko THR LBH Surabaya diketahui bahwa 1.203 korban berasal dari 26 aduan dari 15 perusahaan dari beberapa daerah di Jawa Timur.
"Data kami mencatat pelanggaran ada di Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan Lamongan," ucapnya.
Jenis pelanggarannya adalah 763 orang THR-nya dibayarkan dengan jumlah yang tak sesuai atau pengurangan dari total nominal awal, 73 orang tidak dibayar keseluruhan, 70 orang dibayarkan terlambat, dan 367 orang dibayar dengan cara dicicil.
Surabaya memiliki jumlah laporan terbanyak dengan total sembilan dugaan pelanggaran. Kemudian diikuti Gresik tiga dugaan pelanggaran, Sidoarjo dua dugaan pelanggaran, dan Lamongan satu dugaan pelanggaran.
Namun angka tersebut berpotensi mengalami peningkatan. Sebab jika mengacu pada pengalaman di tahun-tahun sebelumnya, Posko THR LBH Surabaya justru menerima banyak laporan dugaan pelanggaran setelah Hari Raya Idul Fitri.
"Kami tetap menerima semua pengaduan yang masuk," ujarnya.
Sementara, Roni menyatakan bahwa laporan dugaan pelanggaran pembayaran tunjangan untuk momen Hari Raya Idul Fitri di tahun 2024 mengalami penurunan ketimbang tahun 2023.
Pada tahun lalu pihaknya menerima 20 laporan dari 20 perusahaan dengan total 2.053 korban.
Dia menyebut faktor umum berkurangnya laporan yang masuk pada tahun 2024 karena pulihnya kondisi perekonomian setelah terdampak pandemi COVID-19.
"Tahun lalu banyak alasan menggunakan surat edaran yang lama, yaitu masih masa pandemi dan kemudian pembayaran bisa dicicil, tapi untuk sekarang tidak bisa menjadi alasan lagi," tuturnya.
Kendati demikian, Posko LBH masih mendalami turunnya angka pelaporan dugaan pelanggaran pembayaran hak pekerja.
"Kami khawatir penurunan ini karena pengadu justru takut melaporkan karena mendapatkan ancaman," ujar dia.