Sejumlah elemen lembaga bantuan hukum yang tergabung dalam Tim Advokasi Buruh Peduli Anak Negeri (Tabur Pari) mengecam putusan bebas yang dijatuhkan hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, kepada terdakwa kasus pembunuhan Gregorius Ronald Tannur.
Salah satu perwakilan Tabur Pari dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Lingga Parama di Surabaya, Jumat, mengatakan putusan bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan dengan korban Dini Sera Afriyanti di Pengadian Negeri Surabaya tidak jauh beda dengan perkara Tragedi Kanjuruhan yang disidangkan di tempat sama beberapa bulan lalu, yang juga membebaskan dua orang terdakwa.
"Ini bukan sekali dua kali dari pihak pengadilan khususnya, memutuskan di mana yang seharusnya itu bersalah maka dinyatakan bebas. Kemarin kita sudah mengingat bahwa ada Tragedi Kanjuruhan, di mana penyebab utamanya terdakwa dinyatakan tidak bersalah karena ada angin," ujar Lingga kepada wartawan di Kantor LBH Surabaya.
Sejumlah LBH yang tergabung dalam Tabur Pari itu adalah LBH Surabaya, LBH Buruh dan Rakyat, LBII FSPMI Jatim, Biro Bantuan Hukum Damar Indonesia, LBH FSP KEP Gresik, dan SKOBAR.
Pihaknya sejak awal sudah curiga dengan proses hukum perkara Ronald Tannur yang tidak tampak sungguh-sungguh mengarah pada pengungkapan kasus secara serius.
"Kami menduga proses hukum ini dirancang untuk gagal dalam mengungkap kebenaran serta melindungi pelaku kejahatan dalam dugaan pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa terhadap pacarnya," ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya menuntut agar Komisi Yudisial memeriksa para hakim yang mengadili perkara nomor 454/Pid.B/2024PN Sby dan meminta Komisi Kejaksaan memeriksa jaksa penuntut umum yang menangani perkara tersebut.
"Serta menyerukan masyarakat agar mengawal kasus ini," tambahnya.
Lingga mengatakan banyak fakta persidangan yang diabaikan oleh majelis hakim, seperti keterangan para saksi dan juga keterangan ahli dalam sidang tersebut.
"Hakim memutuskan kalau korban meninggal dunia karena terlalu banyak mengonsumsi alkohol, padahal dalam tubuh korban terdapat bekas ban mobil," katanya.
Perkara Ronald Tannur bermula dari informasi yang tersebar di dunia maya tentang dugaan penganiayaan yang mengakibatkan tewasnya Dini Sera Afriyanti beberapa bulan lalu. Dini tewas usai menikmati malam bersama Ronald di tempat hiburan di kawasan Jalan Mayjen Jonosewojo, Lakarsantri, Kota Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu, 4 Oktober 2023.
Saat itu, beredar di media sosial korban bertengkar dengan Ronald Tannur usai berpesta di tempat hiburan malam. Korban kemudian dibawa Ronald ke apartemen dan tidak sadarkan diri hingga dinyatakan meninggal dunia setelah dibawa ke rumah sakit.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu, 24 Juli 2024, Ronald Tannur dinyatakan tidak terbukti bersalah dan divonis bebas.
Kematian korban disebut hakim karena cairan alkohol, bukan akibat dianiaya Ronald Tannur. Hakim juga menyatakan tidak ada saksi yang melihat Ronald menganiaya korban.
Salah satu perwakilan Tabur Pari dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Lingga Parama di Surabaya, Jumat, mengatakan putusan bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan dengan korban Dini Sera Afriyanti di Pengadian Negeri Surabaya tidak jauh beda dengan perkara Tragedi Kanjuruhan yang disidangkan di tempat sama beberapa bulan lalu, yang juga membebaskan dua orang terdakwa.
"Ini bukan sekali dua kali dari pihak pengadilan khususnya, memutuskan di mana yang seharusnya itu bersalah maka dinyatakan bebas. Kemarin kita sudah mengingat bahwa ada Tragedi Kanjuruhan, di mana penyebab utamanya terdakwa dinyatakan tidak bersalah karena ada angin," ujar Lingga kepada wartawan di Kantor LBH Surabaya.
Sejumlah LBH yang tergabung dalam Tabur Pari itu adalah LBH Surabaya, LBH Buruh dan Rakyat, LBII FSPMI Jatim, Biro Bantuan Hukum Damar Indonesia, LBH FSP KEP Gresik, dan SKOBAR.
Pihaknya sejak awal sudah curiga dengan proses hukum perkara Ronald Tannur yang tidak tampak sungguh-sungguh mengarah pada pengungkapan kasus secara serius.
"Kami menduga proses hukum ini dirancang untuk gagal dalam mengungkap kebenaran serta melindungi pelaku kejahatan dalam dugaan pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa terhadap pacarnya," ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya menuntut agar Komisi Yudisial memeriksa para hakim yang mengadili perkara nomor 454/Pid.B/2024PN Sby dan meminta Komisi Kejaksaan memeriksa jaksa penuntut umum yang menangani perkara tersebut.
"Serta menyerukan masyarakat agar mengawal kasus ini," tambahnya.
Lingga mengatakan banyak fakta persidangan yang diabaikan oleh majelis hakim, seperti keterangan para saksi dan juga keterangan ahli dalam sidang tersebut.
"Hakim memutuskan kalau korban meninggal dunia karena terlalu banyak mengonsumsi alkohol, padahal dalam tubuh korban terdapat bekas ban mobil," katanya.
Perkara Ronald Tannur bermula dari informasi yang tersebar di dunia maya tentang dugaan penganiayaan yang mengakibatkan tewasnya Dini Sera Afriyanti beberapa bulan lalu. Dini tewas usai menikmati malam bersama Ronald di tempat hiburan di kawasan Jalan Mayjen Jonosewojo, Lakarsantri, Kota Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu, 4 Oktober 2023.
Saat itu, beredar di media sosial korban bertengkar dengan Ronald Tannur usai berpesta di tempat hiburan malam. Korban kemudian dibawa Ronald ke apartemen dan tidak sadarkan diri hingga dinyatakan meninggal dunia setelah dibawa ke rumah sakit.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu, 24 Juli 2024, Ronald Tannur dinyatakan tidak terbukti bersalah dan divonis bebas.
Kematian korban disebut hakim karena cairan alkohol, bukan akibat dianiaya Ronald Tannur. Hakim juga menyatakan tidak ada saksi yang melihat Ronald menganiaya korban.