Relokasi PKL Pasar Keputran Surabaya Lambat
Selasa, 20 Agustus 2013 19:51 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Ketua DPRD Kota Surabaya M Machmud menyatakan relokasi pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Pasar Keputran yang digagas sejak 2010 terbilang lambat dan cenderung ada pembiaran yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja.
"Ini sudah lama, tapi belum selesai juga. Satpol PP harus bertindak tegas. Kalau tidak mampu harusnya ngomong dari awal," kata Ketua DPRD Surabaya M Machmud saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa.
Menurut dia, melihat proses relokasi pedagang Keputran yang hingga saat ini ini belum memenui titik terang, ada indikasi Satpol menerapkan standar ganda dalam menertibkan sejumlah pedagang yang melanggar. Mestinya, jika di keputran dibolehkan maka di lokasi yang lain tidak perlu ditertibkan.
"Kalau saya melihat ada ketidakadilan dalam penertiban pedagang di Surabaya. Seharusnya, jika di tempat lain pedagang dilarang berjualan di atas jalan raya, di pasar keputran juga tidak boleh," ujarnya.
Machmud mengatakan tujuan utama dibangunya jalan raya adalah untuk memperlancar arus kendaraan yang ada di kawasan tersebut. Apalagi, proses pembangunan jalan itu juga alokasi anggaranya diambilkan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
"Kalau berjualan di atas jalan raya diperbolehkan, maka saya juga akan membuat pasar di atas jalan juga," sindir legislator asal Partai Demokrat (PD) ini.
Lebih jauh, Machmud juga menyarankan agar Satpol PP dalam melakukan penertiban di Pasar keputran, tidak perlu memberikan surat peringatan. Mengingat kejadian tersebut sudah berlangsung cukup lama dan secara kasat mata melanggar perda.
Apalagi, dalam undang undang lalau lintas Nomor 22 Tahun 2009 juga secara tegas disebutkan, bahwa fungsi jalan raya harus digunaka sebagaimana mestinya bukan untuk kepentingan yang lain. "Sebagai petugas penegak perda, Satpol PP harus menunjukan taringnya kepada publik. Kalau masih tetap seperti ini, berarti patut dicurigai ada sesuatu di belakangnya," tandasnya.
Disinggung soal adanya dugaan pungutan kepada pedagang yang berjualan di Pasar Keputran, secara tegas Machmud menilai langkah tersebut tidak dapat dibenarkan. Sebab jika biaya retribusi benar ditarik, itu sama artinya dengan memberikan legitimasi kepada pedagang yang berjualan.
"Jika memang pungutan itu ada, itu sama artinya dengan melindungi pedagang di sana," katanya.
Apalagi disinggung jika dibandingkan penertiban PKL di depan Tanah Abang yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta berjalan lancar dan jauh lebih baik dari Surabaya, Machmud membenarkannya. Ia berharap Satpol PP bisa tegas seperti yang dilakukan Jakarta.
Padahal sesuai dengan komitemn yang ditunjukan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, pemerintah kota telah memiliki komitman dengan pengelola Pasar Induk Oso Wilangaun (Pios) untuk menampung pedagang yang telah ditertibkan. "Tidak ada niatan wali kota untuk menggusur pedagang. Yang ada, wali kota ingin menata pedagang di Surabaya supaya lebih tertib. Itu berdasarkan informasi yang saya dengar," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Satpol PP Surabaya Irvan Widiyanto mengatakan petugas Satpol PP-nya melakukan pengawasan di Pasar Keputran sudah dilakukan selama 24 jam penuh. Menurutnya, pengawasan dilakukan pada saat bonglar muat barang dagangan milik pedagang supaya tidak sampai menutupi Jl. Keputran dan Jl. Basuki Rachmad sisi timur.
"Kami tetap mengawasinya semalam suntuk, agar tidak ada luberan pedagang di jalanan di sekitar pasar," katanya.
Soal penertiban PKL di Tanah Abang, Irvan mengatakan bahwa konteknya berbeda dengan Surabaya. Jika di Tanah Abang, Pemprov DKI Jakarta sudah menyediakan tempat relokasi, sedangkan di Keputran belum ada. "Di Pasar Keputran sendiri belum siap, di dalam pasar aja dibuat tempat tidur. Seharusnya PD Pasar juga ikut andil dalam merevitalisasi Pasar Keputran," katanya. (*)