Kapolres Pamekasan: Proses Hukum Normaludin Tetap Berlanjut
Rabu, 13 Maret 2013 21:34 WIB
Pamekasan (Antara Jatim) - Kapolres Pamekasan, Madura, AKBP Nanang Chadarusman menegaskan, proses hukum kasus ancaman pembunuhan wartawan dengan korban Sukma Umbara Tirta Firdaus tetap berlanjut, meski pelaku Normaludin telah menyatakan berdamai.
"Kasus ancaman pembunuhan terhadap wartawan Sukma itu tidak terpengaruh dengan proses perdamaian, sebab sampai saat ini korban belum mencabut laporannya," kata Nanang Chadarusman, Rabu.
Ia menjelaskan, saat ini bekas kasus ancaman pembunuhan dengan tersangka Kepala Kemenag Pamekasan Normaludin itu telah disampaikan ke kejaksaan negeri (Kejari) Pamekasan atau P19 dan telah dilakukan penyempurnaan atau P21.
Kapolres lebih lanjut menjelaskan, kasus ancaman pembunuhan yang dilakukan Kepala Kemenag Pamekasan Normaludin ini merupakan delik umum, dan merupakan kasus kriminal murni.
"Sekalipun pelapor mencabut berkas laporannya di Mapolres, proses hukum tetap berlanjut," kata Kapolres Nanang Chadarusman menjelaskan.
Menurut dia, perdamaian antara kedua belah pihak, yakni tersangka Normaludin dengan korban Sukma hanya akan menjadi pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara nantinya.
Sebelumnya, penasihat hukum Normaludin, Muhlisin SH, menyatakan kasus ancaman pembunuhan yang telah dilakukan kliennya sudah berakhir, setelah Dewan Pers melakukan mediasi antara para pihak yang bertikai pada Senin (11/3).
Sementara Alinasi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya yang selama ini membantu melakukan advokasi dalam kasus ancaman pembunuhan yang dilakukan Kepala Kemenag Normaludin kepada Sukma Umbara Tirta Firduas menilai, proses mediasi kedua belah pihak terindikasi dibawah tekanan.
AJI Surabaya merupakan organisasi profesi jurnalis yang diminta Dewan Pers menjadi saksi dalam prses media itu, akan tetapi kemudian menolak menandatangi proses pedamaian itu. Salah satu alasannya, karena AJI menemukan adanya perbedaan antara notula pertemuan dengan risalah perdamaian yang ditanda tangani kedua belah pihak.
"Dalam notula ditulis Normaludin melakukan ancaman pembunuhan, tapi dalam risalah perdamaian, tertulis perbuatan tidak menyenangkan. Bagi AJI itu sesuatu yang sangat berbeda," kata Sekretaris AJI Surabaya, Andreas Wicaksono. (*)