Surabaya - Sejumlah mantan pengguna narkoba, psikotropika, zat adiktif (Napza) memprotes kenaikan tarif retribusi terapi methadone di Rumah Sakit Umum dr Soetomo Surabaya karena harganya yang naik hingga 100 persen. "Jujur kami sangat keberatan retribusi terapi methadone. Kenaikannya pun mencapai 100 persen, dari yang semula Rp5.000, menjadi Rp10.000," ujar Koordinator Aksi, Bambang Purnomo, kepada wartawan ketika menggelar unjuk rasa di depan Gedung Grahadi Surabaya, Senin. Pihaknya mengakui, mayoritas pasien terapi ini berasal dari golongan menengah ke bawah. Padahal untuk menjalani terapi, mereka harus datang setiap harinya. Sehingga kalau ditotal, anggaran yang harus dikeluarkan mencapai Rp300 ribu per bulan. Menurut dia, upaya untuk mengajak dialog dengan pimpinan RSU dr Soetomo sudah dilakukan. Mereka telah mengirim surat keberatan sejak dua bulan lalu, namun sampau saat ini belum ada keputusan melegakan bagi para korban Napza yang sedang menjalani terapi ini. "Kami juga prihatin dengan akan munculnya stigma negatif, yakni beli Napza saja mampu, tapi kenapa membayar retribusi tidak mampu. Padahal kami berusaha untuk sembuh dan ingin bekerja selayaknya masyarakat biasa," tutur Bambang. Pihaknya berharap kepada Pemprov Jatim untuk membebaskan biaya terapi dengan menganggarkan kucuran dana APBD Provinsi. Apalagi, lanjut dia, di beberapa daerah seperti Bali dan Jogjakarta sudah tidak ada lagi retribusi atau membayar uang terapi setiap harinya. "Padahal kekuatan APBD Jatim sangat besar dan kami rasa bisa untuk membebaskan retribusi metadon bagi korban Napza. Sampai sekarang yang menjalani terapi metadon hanya sekitar 300-an orang saja," tukasnya. Sementara itu, Pemerintah Provinsi Jatim melalui Wakil Gubernur Saifullah Yusuf mengatakan bahwa tidak ada kenaikan hingga Rp10 ribu kepada korban Napza di RSU dr Soetomo untuk mereka yang terapi metadon tanpa rawat inap. "Yang dikenai retribusi bagi mereka penderita rawat inap, sedangkan yang hanya mengambil obat tidak ada kenaikan kok. Bahkan nanti akan ada aturan yang direvisi, sehingga tidak memberatkan. Saya sudah mengecek dan bertanya langsung kepada Dirut RSU dr Soetomo, dr Dodo Anondo," katanya. Terapi metadon adalah bagian dari upaya nasional untuk pengendalian dan pencegahan infeksi HIV/AIDS, yang dikenal sebagai strategi penguragan dampak buruk atau "Harm Reduction". Metadon cair ini diminum oleh para korban Napza sebagai pengganti Napza. Secara berkala, dosis metadon yang diberikan akan dikurangi oleh dokter hingga benar-benar bebas dari kecanduan. Selain menghilangkan kecanduan, terapi metadon juga ditujukan mengurangi penggunaan jarum suntik yang pada akhirnya dapat menurunkan prevalensi HIV/AIDS di Jatim. (*)
Mantan Pengguna Napza Protes Retribusi Terapi Metadon
Selasa, 30 Oktober 2012 5:10 WIB