Surabaya (ANTARA) - Wakil Rektor II Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Supangat Ph.D., ITIL., COBIT., CLA., CISA, menegaskan mutu berkelas dunia tidak akan lahir dari pemimpin perguruan tinggi yang tidak berani mengambil keputusan dan melakukan perubahan.
"Tanpa keberanian, strategi hanya berhenti pada dokumen indah. Dengan nyali yang kuat, pemimpin mampu menggerakkan sistem, sumber daya manusia, dan budaya akademik menuju perubahan sejati," kata Supangat, Ph.D., ITIL., COBIT., CLA., CISA, di Surabaya, Kamis.
Ia menekankan transformasi menuju universitas berkelas dunia atau World Class University (WCU) bukan sekadar ambisi, melainkan kebutuhan mendesak di tengah globalisasi dan percepatan teknologi.
Menurut dia, banyak perguruan tinggi memiliki visi besar, namun terjebak di zona nyaman karena takut mengambil risiko. Padahal, kata dia, pemimpin tanpa nyali hanya akan melahirkan stagnasi dan kehilangan momentum perubahan.
Supangat mengutip Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABP-PTSI) Prof. Dr. Thomas Suyatno yang menegaskan bahwa membangun WCU membutuhkan visi tajam, tata kelola inovatif, serta komitmen mutu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
"Tetapi semua itu tidak akan berarti jika pemimpin kampus tidak berani keluar dari zona nyaman. Keberanian diperlukan untuk merombak sistem manajemen, memperbaiki tata kelola keuangan, mengembangkan SDM dosen, dan membangun jejaring internasional," ujarnya.
Ia menilai mutu perguruan tinggi tidak bisa hanya diukur dari peringkat global semata. Angka-angka dalam pemeringkatan hanyalah refleksi dari keberanian pemimpin mengambil keputusan sulit.
"Mutu sejati lahir dari pemimpin yang berani mengalokasikan anggaran riset, mendorong publikasi internasional, memperkuat kurikulum, dan menjaga relevansi pendidikan dengan kebutuhan global tanpa melupakan kepribadian nasional," katanya.
Sebagai contoh, tambahnya, terdapat sejumlah perguruan tinggi yang berani menambah investasi riset, mendorong dosennya aktif menulis di jurnal internasional, hingga membuka kerja sama akademik dengan kampus luar negeri.
"Langkah-langkah semacam ini membuktikan bahwa keberanian mengambil risiko mampu mengangkat mutu ke level yang lebih tinggi," ujar Supangat.
Namun, ia mengingatkan universitas berkelas dunia bukan hanya yang tercatat dalam pemeringkatan global, melainkan yang tetap berakar pada nilai Pancasila, bahasa Indonesia, agama, dan kewarganegaraan.
"Inovasi kerap menghadapi resistensi. Banyak kampus tahu arah transformasi, namun berhenti karena takut berinvestasi di riset, takut merombak budaya lama, atau takut membuka kolaborasi internasional," katanya.
Menurut dia, pemimpin berkelas dunia harus berani mendorong transformasi digital kampus, meningkatkan akreditasi internasional, dan membangun budaya akademik yang meritokratis.
"Globalisasi tidak berarti kehilangan jati diri. Pemimpin yang berani mampu menyeimbangkan antara kompetisi global dengan nilai nasional," ujarnya.
Ia menegaskan perguruan tinggi seharusnya melahirkan lulusan yang cerdas, berkarakter, dan siap bersaing di tingkat dunia, sekaligus tetap berpijak pada akar kebangsaan.
Supangat menilai universitas yang berani bertransformasi digital tanpa meninggalkan nilai kebangsaan terbukti mampu melahirkan mahasiswa yang unggul di tingkat global sekaligus menjadi agen perubahan sosial di masyarakat lokal.
Untag : Mutu berkelas dunia butuh nyali pemimpin
Kamis, 18 September 2025 19:39 WIB
Wakil Rektor II Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Supangat Ph.D., ITIL., COBIT., CLA., CISA. (ANTARA/HO-Dokumentasi pribadi)
Keberanian diperlukan untuk merombak sistem manajemen, memperbaiki tata kelola keuangan, mengembangkan SDM dosen, dan membangun jejaring internasional
