Jakarta (ANTARA) - Delapan puluh tahun menjadi rentang sejarah panjang bagi sebuah bangsa. Tahun 2025 menandai HUT ke-80 Republik Indonesia dengan tema "Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju".
Tema tersebut bukan sekadar slogan seremonial, tetapi cerminan visi kolektif bangsa untuk menatap masa depan dengan optimisme. Momentum ini mengingatkan pada akar perjuangan yang diwariskan para pendiri republik.
Sebagai Arsiparis Ahli Muda di Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) sekaligus mahasiswa doktor Ilmu Komunikasi di Universitas Sahid, penulis memandang momentum ini dari dua lensa.
Arsip sebagai penopang memori bangsa, dan komunikasi sebagai jembatan penguat persatuan serta penggerak perubahan sosial. Keduanya saling terkait dalam membentuk narasi nasional yang kokoh.
Narasi tersebut membangun identitas dan mengarahkan bangsa menuju kesejahteraan dan kemajuan.
Peran arsip sebagai penopang memori bangsa tidak dapat diabaikan, seperti pesan Bung Karno, "Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah". Sejarah tidak hanya tersimpan dalam buku, tetapi juga dalam arsip yang merupakan dokumen autentik sebagai bukti sah perjalanan bangsa.
Dalam konteks ini, teori kearsipan memiliki relevansi penting. Menurut International Council on Archives (ICA) atau Dewan Internasional Arsip, arsip merupakan memori kolektif yang harus dikelola untuk memastikan akuntabilitas, transparansi, dan pembentukan identitas.
Di Indonesia, pengelolaan arsip diatur melalui UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa arsip merupakan bukti otentik dan memiliki kekuatan hukum.
Teori life cycle of records (siklus hidup rekaman) atau records continuum (kontinum rekaman) menjelaskan bahwa arsip melalui tahap penciptaan, penggunaan aktif, penyimpanan, hingga penyusutan atau preservasi permanen.
Ketika arsip dikelola dengan baik, bangsa dapat menjaga kedaulatan informasi dengan mencegah distorsi sejarah dan hoaks. Pengelolaan arsip yang tepat juga memperkuat legitimasi kebijakan publik karena keputusan berbasis data dan bukti.
Arsip yang terjaga dapat menginspirasi generasi mendatang melalui narasi perjuangan yang terjaga keasliannya.
Momentum 80 tahun kemerdekaan seharusnya menjadi pengingat bahwa kedaulatan sebuah bangsa tidak hanya diukur dari kekuatan militer atau ekonomi. Kedaulatan juga diukur dari kedaulatan informasinya.
Arsip yang utuh dan mudah diakses menjadi fondasi dari kedaulatan tersebut. Namun, tema "Bersatu Berdaulat" tidak akan bermakna jika pesan persatuan tidak terkomunikasikan dengan efektif. Dalam perspektif teori komunikasi, khususnya symbolic interactionism (interaksionisme simbolis), makna persatuan dibentuk dan diperkuat melalui interaksi sosial berulang.
Interaksi tersebut dapat terjadi melalui media massa, media sosial, maupun komunikasi tatap muka.
Komunikasi yang baik harus mengandung pesan yang jelas dan tidak multitafsir. Komunikasi efektif juga harus menyesuaikan dengan audiens dengan memahami keragaman budaya, bahasa, dan latar belakang.
Pemanfaatan teknologi menjadi kunci untuk menjangkau generasi muda yang lebih digital-native (berbudaya digital).
Bagi Indonesia, tantangan komunikasi adalah menjaga kohesi sosial di tengah arus informasi global yang begitu cepat. Persatuan tidak berarti keseragaman, tetapi kemampuan untuk merajut perbedaan menjadi kekuatan bersama.
Dalam konteks pembangunan nasional, sinergi arsip dan komunikasi menjadi kunci utama. Arsip dan komunikasi bukanlah dua entitas yang berdiri sendiri. Arsip merupakan sumber informasi yang sahih, sementara komunikasi adalah medium untuk menyampaikan dan menghidupkan informasi tersebut.
Dalam konteks pembangunan nasional, sinergi ini berperan penting untuk membentuk narasi kebangsaan yang kuat berbasis fakta sejarah. Sinergi arsip dan komunikasi juga dapat mengawasi jalannya pemerintahan melalui keterbukaan arsip publik.
Kombinasi keduanya dapat mendidik warga negara agar kritis dan paham sejarah.
Sebagai Arsiparis, penulis percaya bahwa pengelolaan arsip yang baik akan sia-sia jika tidak dikomunikasikan secara efektif kepada publik. Demikian pula, komunikasi yang gencar akan kehilangan legitimasi jika tidak berbasis pada arsip yang valid.
Keberagaman Indonesia dengan lebih dari 1.300 suku bangsa memerlukan pendekatan komunikasi antarbudaya yang tepat. Dalam teori komunikasi antarbudaya (intercultural communication), persatuan di tengah keberagaman memerlukan kesadaran akan cultural empathy (empati budaya).
Cultural empathy adalah kemampuan memahami dan menghargai perspektif orang lain. Indonesia memiliki tantangan sekaligus kekuatan dalam hal ini. Arsip menjadi alat perekat karena merekam kontribusi setiap kelompok etnis, daerah, dan tokoh.
Rekaman tersebut membuat semua pihak merasa diakui dalam sejarah bangsa. Komunikasi yang inklusif memperkuat pengakuan ini dengan cara mengangkat kisah-kisah dari berbagai penjuru nusantara.
Dalam era digital saat ini, konsep kedaulatan mengalami perluasan makna. Kedaulatan tidak hanya berarti bebas dari penjajahan fisik, tetapi juga berdaulat dalam mengelola informasi dan data nasional. Data sovereignty (kedaulatan data) menjadi konsep penting dalam era digital saat ini.
Arsip digital pemerintah, jika tidak dikelola dan dilindungi dengan baik, dapat menjadi celah kerentanan keamanan nasional. Pengelolaan arsip digital memerlukan infrastruktur yang andal, SDM yang kompeten, serta kebijakan yang mendukung keterbukaan informasi publik tanpa mengorbankan keamanan negara.
Komunikasi yang jujur, transparan, dan konsisten menjadi kunci agar publik percaya pada pengelolaan data dan arsip negara.
Sejalan dengan kedaulatan informasi, kesejahteraan rakyat tidak hanya diukur dari ekonomi, tetapi juga dari akses informasi yang adil. Teori information for development (informasi untuk pembangunan) menegaskan bahwa informasi merupakan sumber daya penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Arsip yang terbuka dan dapat diakses oleh publik dapat membantu penelitian dan inovasi. Arsip yang mudah diakses juga dapat mempermudah proses hukum dan administrasi.
Keterbukaan arsip dapat memberdayakan masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan.
Dengan komunikasi publik yang efektif, informasi dari arsip dapat diterjemahkan menjadi pengetahuan praktis yang bermanfaat langsung bagi kesejahteraan rakyat.
Untuk mewujudkan visi Indonesia Maju, diperlukan transformasi mendasar dalam sistem kearsipan. Indonesia Maju membutuhkan sistem kearsipan yang selaras dengan perkembangan teknologi. Transformasi digital kearsipan tidak hanya soal memindahkan arsip fisik ke bentuk digital.
Transformasi tersebut juga harus mengintegrasikannya dengan sistem informasi yang memungkinkan kolaborasi lintas sektor. Dalam teori komunikasi organisasi, inovasi akan berhasil jika diiringi dengan perubahan budaya organisasi.
Artinya, aparatur negara harus memiliki kesadaran bahwa arsip merupakan aset strategis. Komunikasi yang baik akan mendorong pemanfaatan arsip secara optimal untuk pengambilan keputusan.
Pada akhirnya, HUT RI ke-80 menjadi momen refleksi dan proyeksi. Refleksi untuk melihat sejauh mana bangsa telah menjaga memori kolektif melalui arsip.
Proyeksi untuk memastikan bahwa arsip dan komunikasi akan menjadi pendorong utama menuju Indonesia yang bersatu, berdaulat, rakyatnya sejahtera, dan maju.
Sebagai Arsiparis Ahli Muda di BPPK dan mahasiswa doktor Ilmu Komunikasi, penulis percaya bahwa keberhasilan Indonesia di masa depan tidak hanya ditentukan oleh sumber daya alam atau teknologi.
Keberhasilan tersebut ditentukan oleh kemampuan bangsa menjaga kebenaran sejarah dan menyampaikannya dengan efektif kepada seluruh rakyat. Arsip merupakan kompas, komunikasi adalah jembatan, dan keduanya akan menuntun bangsa menuju cita-cita kemerdekaan yang sejati.
*) Penulis adalah Arsiparis Ahli Muda BPPK, Mahasiswa S3 Ilmu Komunikasi Universitas Sahid Jakarta Wahyu Adi Setyo Wibowo
