Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Kepolisian Resor (Polres) Batu, Jawa Timur mengungkap kasus dugaan pencabulan terhadap dua santriwati di bawah umur, yang terjadi di salah satu lingkungan pondok pesantren di wilayah tersebut.
Kepala Polres Batu AKBP Andi Yudha Pranata di mapolres setempat, Kamis, mengatakan terduga pelaku pencabulan terhadap kedua santriwati berinisial AMH (69), asal Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
"Kejadian (dugaan pencabulan) terjadi pada September 2024, tempat kejadian perkara (TKP) di seputar lingkungan salah satu pondok di Desa Punten, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu," kata Andi.
Kasus dugaan pencabulan yang menimpa kedua santriwati itu terjadi pada September 2024, dimana para korban saat itu berusia 7 tahun dan 10 tahun.
"Usia korban 10 tahun dari Jember dan saudaranya yang juga santriwati berusia 7 tahun asal Probolinggo," ucapnya.
Andi menyatakan AMH bukan merupakan pengurus maupun tenaga pengajar tetapi masih merupakan kerabat dari pemilik pondok pesantren itu.
"Rumah dia (pelaku) ada di Desa Punten, AMH bukan bagian dari tenaga pendidik, pemilik, maupun pengelola administrasi pondok tetapi dia betul-betul tamu," ujarnya.
Dugaan pencabulan terbongkar setelah para korban melaporkan tindakan AMH kepada orang tuanya.
"Modusnya melakukan pembersihan setelah korban buang air kecil atau istinja walaupun yang bersangkutan tidak memiliki hak dan secara etika tidak tepat melakukan itu," ucapnya.
Setelah itu, orang tua korban langsung melaporkan perbuatan AMH kepada pihak Polres Batu, pada Januari 2025. Dari proses itu, petugas kepolisian juga meminta keterangan kepada kedua korban santriwati.
"Kesimpulannya dari keterangan korban konsisten dan bisa dipertanggungjawabkan sebagai keterangan saksi kunci. Ada enam saksi yang kami mintai keterangan," kata dia.
Andi menyatakan pengungkapan kasus yang terbilang panjang lantaran petugas masih harus terlebih dahulu melengkapi alat bukti berupa hasil dua kali visum et repertum.
"Kami menunggu hasil visum itu untuk memperkuat keterangan yang ada, terutama informasinya dari anak. Kami perlu melakukan validasi dan bergantung pada hasil visum, itu mempengaruhi langkah dan hasil penyidikan berikutnya," ucapnya.
Polisi menjerat lansia itu dengan Pasal 82 juncto Pasal 76 huruf E Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Terhadap yang bersangkutan berpotensi diancam pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun," tuturnya.