Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kota Malang mendakwa HNR dan DPP yang merupakan terdakwa kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di tempat penampungan calon pekerja migrin Indonesia (CPMI) ilegal dengan tujuh pasal alternatif.
"Ada tujuh alternatif, yaitu pertama Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO juncto Pasal 55 ke-1 KUHP, kedua Pasal 4, ketiga Pasal 10 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang TPPO," kata JPU Kejaksaan Negeri Kota Malang Moh Heriyanto dalam persidangan di Ruang Garuda Pengadilan Negeri Malang, Jawa Timur, Rabu.
Selain itu, juga Pasal 81 dan 83 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dua pasal lainnya, yakni Pasal 85 huruf c jo. Pasal 71 huruf c dan Pasal 85 huruf d jo. Pasal 71 huruf d Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Ancaman pidana penjara di atas 9 tahun," ujarnya.
Pembacaan dakwaan ini merupakan agenda sidang perdana dalam kasus tersebut sehingga masih belum sampai pada pembuktian pokok perkara.
"Belum sampai pemeriksaan pembuktian pokok perkara. Sidang selanjutnya pada hari Rabu (7/5) dengan agenda eksepsi," ucapnya.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Zainal Arifin mempertanyakan dakwaan yang dijatuhkan oleh JPU kepada para terdakwa.
"Perusahaannya legal, ada akta, dan sah untuk prosesnya. Kalau semuanya benar, apakah dikatakan TPPO?" ucap dia.
Di tempat yang sama, Dewan Pertimbangan Nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Dina Nuriyati mengatakan dakwaan jaksa kepada HNR dan DPP telah selaras dengan temuan di lapangan, yakni mulai perekrutan, penampungan, dan pemindahan calon pekerja dari satu tempat ke tempat lain.
"Menunjukkan ada indikasi eksploitasi, informasi dari korban menyebut dipindah dari perusahaan ke rumah pribadi. Ini hal yang menyalahi aturan," kata Dina.