Surabaya (ANTARA) - Implementasi Surat Edaran (SE) Nomor 9 Tahun 2025 tentang pembatasan produk kemasan plastik di Provinsi Bali diyakini akan berdampak pada perekonomian masyarakat setempat.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (ASPADIN) Rachmat Hidayat mengungkapkan kebijakan tersebut dapat berdampak pada penutupan pabrik air mineral dalam kemasan (AMDK) plastik dan hilangnya lapangan pekerjaan.
"Buntutnya pemerintah dapat kehilangan pendapatan dari pajak yang dibayarkan oleh industri minuman dalam kemasan. Itu yang kami sebut sebagai multiplier effect dalam ekonomi," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima di Surabaya, Selasa.
Sedikitnya terdapat delapan produsen AMDK lokal di Bali yang terancam gulung tikar dampak dari penerapan SE Nomor 9 Tahun 2025.
Senada, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Nasional Denpasar Ida Bagus Raka Suardana menilai kebijakan tersebut dapat memberi dampak langsung terhadap struktur ekonomi lokal.
"Khususnya pelaku industri kecil dan menengah yang selama ini mengandalkan produksi dan distribusi minuman dalam kemasan kecil sebagai sumber pendapatan utama," ujarnya.
Wakil Ketua KADIN Bali ini menjelaskan kebijakan pelarangan untuk memproduksi AMDK ukuran kecil akan menyebabkan produsen skala kecil kesulitan bertahan karena harus berinvestasi ulang pada kemasan besar.
"Sementara pangsa pasar mereka sebagian besar ada di produk berukuran kecil," tuturnya.
