Surabaya (ANTARA) - Komisi C DPRD Kota Surabaya memfasilitasi keluhan warga penghuni Apartemen Bale Hinggil yang mengalami pemutusan aliran listrik dan air bersih selama beberapa hari.
Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Eri Irawan saat dikonfirmasi di Surabaya, Rabu mengatakan warga mengaku jika 25 unit hunian telah mengalami pemutusan fasilitas dasar berupa aliran air bersih dan arus listrik.
Ia menyoroti persoalan mendasar lainnya yaitu soal transparansi pengelolaan dana dan tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang ternyata belum dibayarkan ke Pemkot Surabaya meski dana telah ditarik dari warga.
"Tunggakan PBB mencapai Rp7 miliar. Warga sudah membayar, tapi tidak disetorkan. Ini jelas masalah besar," ujarnya.
Menurut Eri, akar persoalan bukan karena warga menolak membayar iuran pengelolaan lingkungan (IPL), melainkan karena mereka menuntut transparansi dalam laporan keuangan yang hingga kini belum pernah diaudit.
"Permasalahannya bukan warga tak mau bayar IPL, tapi laporan keuangannya tak transparan. Bahkan, sertifikat hak milik (SHM) juga tak diberikan meskipun unit sudah lunas," ujarnya.
Salah satu anggota Bale Hinggil Community (BHC) Agung Pamardi mengatakan sebagian unit yang telah diputus aliran listrik dan air sebenarnya sudah melunasi kewajibannya.
"Dari 25 unit yang dimatikan, semuanya sudah melunasi. Jadi ini sudah menyentuh pelanggaran hukum," katanya.
Agung juga menyebut bahwa PT. TKS sejatinya tidak memiliki hubungan kontraktual resmi dengan para penghuni, karena perjanjian awal dilakukan antara warga dengan pengembang, PT. Tlatah Gema Anugerah (TGA).
"Kami hanya pelimpahan dari TGA, tapi warga tidak tahu siapa kami. Ini juga bentuk pelanggaran hukum," ucapnya.
Sementara itu Building Manager Bale Hinggil dari PT Tata Kelola Sarana (TKS) Oki Mochtar mengatakan bahwa keputusan pemutusan fasilitas dilakukan berdasarkan arahan direksi.
"Saya akan sampaikan hasil pertemuan ini ke direktur kami. Nanti keputusan akhir, apakah akan dinyalakan kembali atau tidak, tergantung pimpinan," ujarnya.