Jakarta (ANTARA) - Head of Center of Macroeconomics and Finance Indef M. Rizal Taufikurahman menilai, penambahan insentif likuiditas Bank Indonesia (BI) menjadi 5 persen dari dana pihak ketiga (DPK) berpotensi memperkuat daya beli dan memperluas akses terhadap kredit perumahan.
Menurutnya, langkah peningkatan insentif Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) BI menunjukkan ambisi pemerintah untuk mendorong sektor perumahan, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Namun, efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada bagaimana insentif tersebut disalurkan dan sejauh mana pelaksanaannya tepat sasaran.
“Kenaikan likuiditas bentuk dukungan BI memang berpotensi memperkuat daya beli dan memperluas akses terhadap kredit perumahan, tetapi tanpa pengawasan ketat dan kebijakan pendukung, ada risiko distorsi pasar atau ketidaktepatan alokasi yang justru dapat memperlambat pertumbuhan sektor ini,” kata Rizal saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Dari perspektif lapangan kerja, Rizal mengatakan bahwa sektor perumahan memiliki multiplier effect yang kuat terhadap perekonomian.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa penciptaan lapangan kerja bukan hanya soal menambah proyek perumahan, melainkan juga tentang memastikan keberlanjutan dan kualitas pekerjaan yang dihasilkan.
“Jika insentif hanya terserap pada segmen-segmen tertentu tanpa memperhatikan rantai pasok secara menyeluruh, manfaatnya bisa menjadi parsial,” kata dia.
Oleh karena itu, meski kebijakan ini memiliki potensi yang besar, Rizal menyampaikan bahwa keberhasilan penambahan insentif likuiditas ini memerlukan kolaborasi lintas institusi serta evaluasi berkelanjutan untuk memitigasi dampak negatif dan memastikan pertumbuhan yang inklusif.
Sebelumnya, BI mengumumkan peningkatan insentif Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang dinaikkan dari semula paling besar 4 persen menjadi paling besar 5 persen dari DPK.
Insentif KLM merupakan insentif likuiditas yang diberikan kepada perbankan yang menyalurkan kredit ke sektor tertentu. Insentif diberikan dalam bentuk pengurangan giro bank di BI atau pelonggaran kewajiban pemenuhan giro wajib minimum (GWM). Dengan adanya perubahan terbaru, bank memiliki potensi untuk bisa menerima pengurangan GWM hingga maksimal 5 persen.
Peningkatan insentif tersebut di antaranya besaran insentif KLM pada sektor perumahan, termasuk perumahan rakyat, yang dinaikkan secara bertahap dari Rp23 triliun menjadi sekitar Rp80 triliun untuk mendukung program Asta Cita Pemerintah di bidang perumahan, yang berlaku mulai 1 April 2025.
Mulai awal tahun ini, insentif KLM lebih berfokus untuk mendorong kredit perbankan pada sektor-sektor yang mendukung pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, salah satunya termasuk sektor konstruksi, real estate, dan perumahan rakyat.
Selain itu, ada sektor pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan; sektor transportasi, pergudangan, pariwisata, dan ekonomi kreatif; serta UMKM, ultra mikro, dan hijau.
Hingga minggu kedua Februari 2025, secara keseluruhan, BI telah memberikan insentif KLM sebesar Rp295 triliun. Angka ini meningkat sebesar Rp36 triliun dari Rp259 triliun pada akhir Oktober 2024.
Insentif tersebut telah diberikan kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp129,2 triliun, bank BUSN sebesar Rp131,9 triliun, BPD sebesar Rp28,7 triliun, dan KCBA sebesar Rp4,9 triliun.