Malang Raya (ANTARA) - Universitas Brawijaya (UB) Malang mengukuhkan sebanyak delapan profesor dari bidang ilmu berbeda secara bersamaan melalui di Gedung Samantha Krida kampus setempat, pada Kamis.
Kedelapan guru besar yang dikukuhkan hari ini, yakni Prof Aulia Fuad Rahman di bidang Kebencanaan Lingkungan dan Emisi Vulkanik, Prof Ahsan di bidang Ilmu Keperawatan dan Prof Aida Sartimbul di bidang Ilmu Oseanografi Perikanan dan Dinamika Ekosistem Laut.
Kemudian, Prof Ani Budi Astuti di bidang Ilmu Statistika Bayesian Kesehatan, Prof Aulia Fuad Rahman di bidang Ilmu Akuntansi Keuangan Pelaporan Korporat dan Prof Barlah Rumahyati di bidang Ilmu Kimia Analitik Lingkungan.
Selain itu, Prof Solimun di bidang Ilmu Statistika Manajemen, serta Prof Syahrul Kurniawan di bidang Ilmu Manajemen Agroforestri dan Kesuburan Tanah.
Dalam orasi ilmiah di Kota Malang, Prof Aulia memaparkan konsep integrasi laporan mengenai lingkungan, sosial, dan pemerintah (ESG) dan keuangan yang diberi nama SDGs-Based Integrated Reporting Objectives (SIRO).
"SIRO merupakan konsep integrasi laporan ESG dan laporan keuangan yang bertujuan memberikan informasi holistik tentang kinerja korporat dalam penciptaan nilai sustainability development goals (SDGs) kepada seluruh stakeholder," kata Aulia.
Khusus laporan keuangan, Prof Aulia menyatakan bahwa hal itu ditujukan kepada investor dan kreditur dengan melihat pada kinerja jangka pendek dan evaluasi secara historis.
"Sedangkan laporan ESG memfokuskan kepada seluruh stakeholder dan berdimensi kinerja jangka panjang," ucapnya.
Melalui model yang digagasnya bertujuan untuk membuat perusahaan tidak hanya fokus mempertanggungjawabkan aspek pengelolaan keuangan, tetapi juga isu sosial dan lingkungan.
"Laporan ESG yang diharapkan mengisi ekspektasi kinerja sosial dan lingkungan pada praktiknya menuai kritik karena laporan ESG tidak terkoneksi dengan laporan keuangan dan bersifat sukarela," ujarnya.
Sementara itu, Prof Syahrul Kurniawan memaparkan Rancang Bangun Sistem Agroforestri dan Iklim (RaSaBATI) untuk mengakselerasi pembangunan keberlanjutan.
Model yang digagasnya itu menargetkan terciptanya kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat.
"Ini dapat dipenuhi melalui pertimbangan tata Kelola sosial ekonomi dan lingkungan, serta dukungan penuh dari pemerintah, khususnya terkait kebijakan mengarusutamakan agroforestri di wilayah perhutanan sosial," ujarnya.
Dia menuturkan bahwa alih fungsi hutan dari yang awalnya pepohonan menjadi tanaman musiman menjadi satu dari banyak faktor pemicu perubahan iklim, peningkatan potensi bencana hidrometeorologi, dan degradasi kesuburan tanah.
"Penggantian tanaman hutan menjadi tanaman semusim memberikan peluang peningkatan ekonomi bagi masyarakat tapi juga mengakibatkan bencana," kata dia.