Semarang, Jawa Tengah (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengajak akademisi untuk bekerja sama mengalahkan Vietnam dalam sektor budidaya perikanan demi meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global.
Trenggono mengatakan bahwa Indonesia menghasilkan sekitar 5,5 juta ton hasil budidaya perikanan setiap tahun, sementara Vietnam mampu menghasilkan 25 juta ton, sehingga perlu dukungan salah satunya perguruan tinggi di bidang perikanan untuk melakukan riset utamanya mengenai bibit unggul.
"Gimana kita bisa mengalahkan tetangga kita? Vietnam lautnya cuma sedikit, sementara kita dari Sabang sampai Merauke, 17.510 dengan luas garis pantai yang begitu luas, 100 ribu lebih kilometer," kata Trenggono di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu.
Sebelumnya, Trenggono telah bertemu dengan akademisi di Universitas Diponegoro (Undip) membahas sejumlah permasalahan sektor perikanan.
Ia berharap adanya dukungan dari perguruan tinggi utamanya Fakultas Kelautan dan Perikanan dalam budidaya perikanan.
Dia mengungkapkan bahwa dalam sektor perikanan tangkap, Indonesia mencapai produksi 6 juta ton per tahun. Di sisi lain, Vietnam hanya menghasilkan 3 juta ton per tahun. Indonesia telah mengalami overfishing.
Menteri Trenggono menambahkan bahwa ekspor perikanan Indonesia meningkat sejak 2021. Pada tahun tersebut, ekspor tercatat mencapai 5,2 miliar dolar AS, dengan rata-rata 5,5 miliar dolar AS per tahun.
Impor ikan Indonesia relatif kecil, sekitar 600 hingga 700 juta dolar AS. Ikan yang paling sering diimpor adalah salmon dan makarel, yang sulit dibudidayakan di Indonesia.
Menurut dia, Indonesia dengan garis pantai sepanjang 100 ribu kilometer, memiliki potensi besar dalam sektor kelautan. Namun, pendekatan yang tepat diperlukan untuk memanfaatkan potensi ini.
Perbedaan cara berpikir antara negara kepulauan dan negara mainland menjadi perhatian Trenggono. Pendekatan yang berbasis pada kondisi geografis Indonesia dianggap penting untuk mengembangkan sektor kelautan.
"Cara berpikirnya kita itu mainland atau cara berpikir kita itu adalah archipelagic gitu, atau kepulauan. Ini menjadi penting sebetulnya. Menurut saya, harus rethinking di dalam kampus," ucap Trenggono.
Ia menekankan pentingnya penelitian dalam mengembangkan sektor kelautan dan perikanan. Ia mengajak akademisi untuk berkolaborasi dengan sektor swasta dalam mengatasi tantangan perikanan Indonesia.
Budidaya perikanan, menurut Trenggono, merupakan masa depan yang menjanjikan. Keberlanjutan produk perikanan akan bergantung pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan ketelusurannya.
Tantangan utama dalam sektor perikanan adalah risiko pencemaran mikroplastik, logam berat, dan merkuri pada hasil tangkapan. Ini berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan keberlanjutan ekosistem laut.
Dia juga mengingatkan bahwa populasi manusia yang terus berkembang menambah tekanan pada sumber daya laut. Sementara itu, biota laut semakin terdesak menuju pesisir akibat overfishing.
Oleh karena itu, dia mengajak perguruan tinggi untuk melakukan perubahan pola pikir dalam menyikapi masalah perikanan. Ke depan, riset dan inovasi menjadi kunci untuk mengatasi masalah ini.
"Itu tantangan-tantangan yang kita hadapi di saat ini dan masa akan datang. Jadi tentu saya kira menjadi penting sekali bagi kampus untuk melakukan perubahan pola pikir, kira-kira ke arah mana," kata Trenggono.