Jakarta (ANTARA) - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengimbau masyarakat untuk membeli ponsel yang masuk ke Indonesia secara resmi sebagai bentuk dukungan terhadap aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
"Kita juga dukung TKDN karena (aturan) ini bagian dari upaya hilirisasi (industri). Kita terbuka pada investasi, tapi ada kontribusi lokal terhadap ponsel yang dijual di Indonesia," kata Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Heru Sutadi saat diskusi tentang industri ponsel di Jakarta, Kamis.
Pemerintah menerapkan besaran TKDN 35 persen sejak 2021 untuk perangkat seluler, termasuk ponsel, komputer dan tablet, yang masuk ke Indonesia. Dengan kata lain, ponsel dengan TKDN 35 persen sudah memenuhi aturan di Indonesia sehingga aman digunakan.
Tidak hanya memenuhi aturan TKDN 35 persen, ponsel yang masuk Indonesia secara resmi juga sudah lulus aturan pendaftaran nomor International Mobile Equipment Identity (IMEI) sehingga bisa digunakan untuk berkomunikasi. Di Indonesia hanya ponsel dengan nomor IMEI yang sudah terdaftar yang dapat tersambung ke jaringan seluler.
Ponsel yang dijual secara resmi juga memberikan jaminan layanan purna jual, salah satu hal yang diatur melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Kalau tidak terdaftar, saya khawatir komponen dan dukungan lainnya juga tidak masuk," kata Heru.
Heru mencontohkan konsumen bisa saja membeli ponsel di luar negeri, untuk penggunaan pribadi dan tidak untuk dijual kembali, kemudian mendaftarkan IMEI sesuai aturan yang berlaku. Namun, konsumen juga harus mengantisipasi jika ponsel rusak, maka dia harus pergi ke negara tempat pembelian ponsel untuk mendapatkan layanan purna jual.
Membeli ponsel yang dijual tidak resmi di Indonesia bisa merugikan konsumen karena dia harus mengeluarkan ongkos ekstra ketika ponsel rusak.