Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengusulkan agar komponen riset dan inovasi dimasukkan dalam perhitungan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) guna mendorong hilirisasi riset dan inovasi di Indonesia.
Direktur Kemitraan Riset dan Inovasi BRIN, Asep Riswoko menjelaskan bahwa komponen inovasi dalam perhitungan TKDN akan memperkuat peran industri nasional, bukan hanya sebagai perakit, tetapi juga sebagai penghasil produk berbasis riset yang berdaya saing tinggi. Adapun usulan tersebut diajukan untuk revisi Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No.16/2011 tentang TKDN.
"Langkah ini akan menstimulasi pertumbuhan industri yang mengakar, mulai dari hulu hingga hilir, sekaligus mendukung substitusi impor dalam pengadaan pemerintah," kata Asep dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
BRIN, ujar Asep, juga menekankan pentingnya mengakomodasi kegiatan riset mandiri dan kolaborasi antara industri dengan lembaga riset atau perguruan tinggi dalam perhitungan bobot manfaat perusahaan (BMP) sebagai bentuk apresiasi terhadap industri yang berinvestasi dalam kegiatan riset dan inovasi.
Kepala Pusat Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) Kemenperin Heru Kustanto menyatakan Kemenperin akan memasukkan komponen riset dan inovasi ke dalam perhitungan factory overhead, khususnya untuk produk massal dalam rumusan revisi terakhir Permenperin No. 16/2011.
“Kami juga mendukung inisiatif BRIN untuk mengkuantifikasi label inovasi, sehingga tingkat inovasi produk dapat diukur dan menjadi salah satu prasyarat dalam pengadaan pemerintah,” ujar Heru.
Pihaknya juga menyambut baik masukan dari BRIN untuk mengakomodasi kegiatan riset mandiri dan kerja sama riset industri dengan lembaga pemerintah dan perguruan tinggi dalam perhitungan BMP.
Aspek riset dan inovasi pada perhitungan BMP ini, katanya, merupakan bentuk apresiasi bagi industri yang telah menyelenggarakan kegiatan riset mandiri dan kerja sama dengan lembaga riset pemerintah, perguruan tinggi maupun swasta.