Mengusung Kesenian "Kotekan Lesung" ke Panggung
Jumat, 10 Februari 2012 20:04 WIB
Pasuruan - Dinas Pemuda, Olah Raga, dan Kebudayaan Kota Pasuruan kini tengah berupaya melestarikan kesenian tradisional kotekan lesung yang nyaris punah dengan cara mengusung lewat panggung pertunjukan.
Sebanyak 34 kelompok kesenian kotekanlesung dari seluruh kelurahan yang ada di Kota Pasuruan mengikuti lomba kotekan lesung dalam kaitan memperingati hari jadi ke-326 Kota Pasuruan, Jumat (10/2).
"Kegiatan tersebut untuk melestarikan kesenian tradisional yang nyaris punah, dan sekaligus untuk menjalin tali silaturahim yang telah menjadi waatak masyarakat kita," ungkap Kepala Dinas Pemuda, Olah raga, dan Kebudayaan Kota Pasuruan, Mahbub Efenedi.
Ia mengakui, setiap kelurahan mamang diwajibkan mengirimkan satu kelompok peserta kotekan lesung, sehingga dalam lomba terdapat 34 kelompok peserta yang mewakili masing-masing kelurahan.
"Dengan adanya kewajiban tersebut maka di setiap kelurahan kini minimal terdapat satu kelompok kesenian kotekan lesung," tambah Mahbub Effendi.
Lewat kelompok kesenian tradisonal tersebut, lanjut Mahbub Efendi, kini aktivitas warga juga menjadi terwadahi. Kegiatan tersebut juga sekaligus mampu menjalin kembali kehidupan sosial kemasyarakatan yang belakangan juga makin kendur.
Kotekan lesung bisa disebut sebagai tradisi masyarakat agraris. Kotekan lesung tak dapat dipisahkan dengan kegiatan para petani menumbuk padi.
Kotekan lesung pada awalnya merupakan kegiatan santai sekadar untuk bersenandung di saat-saat jeda menumbuk padi. Kreativitas tersebut terus berkembang bukan sekadar untuk mengusir kejenuhan dan keletihan, tapi terus berkembang menjadi simbol kegiatan sosial masyarakat agraris.
Bahkan alunan senandung kotekan lesung juga bisa disebut sebagai irama musik prewedding di setiap kelurga petani di pedesaan. Karena alunan kotekan lesung biasanya akan terus berkumandang beberapa hari menjelang pesta hajatan pernikahan di sebuah keluarga di pedesaan.
Di tengah masyarakat yang masih kental kerukunan sosialnya, anggota masyarakat akan saling membantu menumbuk padi dan membuat tepung secara sukarela. Nah di saat-saat jeda menumbuk padi dan membuat tepung tersebut, kotekan lesung secara spontan akan terdengar mengalun.
Namun seiring perkembangan zaman, lesung yang digunakan menumbuk padi tergeser fungsinya dengan mesin penggilingan padi baik yang statis maupun yang mobile atau yang biasa disebut "grandong". Sehingga kumandang alunan kotekan lesung semakin hilang tertutup derunya mesin penggilingan padi.
Untuk melestarikan kesenian tradisional kotekan lesung yang juga berfungsi sosial tersebut, kata Mahbub Effendi, Dinas Pemuda, Olah Raga, dan Kebudaayaan Kota Pasuruan kemduain mengambil inisiatif untuk melestarikannya dengan mengusung ke panggung pertunjukan.
Lomba kotekan lesung yang digelar untuk memperingati hari jadi ke-326 Kota Pasuruan juga meninggalkan kesan yang berbeda bagi setiap generasi. Bagi generasi tua,lomba kotekan lesung seolah membuka lembaran nostalgia, sementara bagi generasi muda lomba kotekan lesung merupakan kegiatan yang terasa aneh tapi diakuinya mengasyikkan.
Maimunah (70), salah seorang pemain kotekan lesung dari kelurahan Tembokrejo Kecamatan Purworejo meski posturnya tubuhnya sudah terlihat renta tetap terlihat ceria selama memainkan alu memukul lesung mengikuti irama.
Maimunah yang waajkahnya dipoles bedak adem tidak merata tak henti-hentinya menggoyangkan badannya yang kurus terus mengikuti irama kotekan lesung. Sesekali Maimunah juga mengembangkan senyumnya sehingga gigi platinanya terlihat berkilau.
Maimunah mengaku keterampilannya kotekan lesung dikuasainya saat masih mudanya karena sering menjadi tukang tumbuk padi. Namun ia mengaku tidak pernah menyangka kalau keterampilannya kotekan lesung tersebut kemudian mengantarkannnya dirinya naik panggung pertunjukan.
Sebaliknya Tyas (20), salah seoarang pemain kotekan lesung generasi muda dari Kelurahan Sebani Kecamatan Gadingrejo mengaku belajar kotekan lesung tidak ada kaitannya dengan kegiatan menumbuk padi. Ia belajar kotekan lesung untuk persiapan lomba, bukan karenaketerampilannnya menumbuk padi.
Tyas maupun generasi muda lainnya menegnal sebuah lesung bukan lagi sebagai alat tumbuk opadi, tapi sebagai alat musik tradisional. Bahkan dengan maraknya mesin penggilingan padi, generasi muda kini juga nyaris tidak mengenal lagi fungsi lesung.
Jangankan mengenal fungsi lesung yang sesungguhnya, melihat proses penggilingan gabah menjadi beras pun banyak generasi muda di perkotaan nyaris tidak pernah melihatnya lagi.
Maklum, lahan pertanian di Kota Pasuruan terus berkurang seiring dengan konversi lahan sawah menjadi lahan nionpertanian, sehingga lahan produksi yang tersisa kini tinggal 1.200 hektar, yang produksinya hanya mampu untuk memasok kebutuhan pangan warga kota sekitar 60 persen saja.
Lantas mampukah Kota Pasuruan melestarikan kesenian tradisional kotekan lesung yang sangat berkait erat dengan budaya tradisi masyarakat agraris. Sementara fungsi lesung juga telah bergeser dari alat penumbuk padi menjadi benda-benda antik.
Sehingga lesung kini juga sudah mulai sulit didapatkan ditengah masyarakat, karena telah dikuasai para kolektor benda antik dengan harga yang sangat tinggi. Lesung yang dulu menjadi simbol bagi petani,kini menjadi benda antik yang tak terjangkau untuk dimiliki para petani. Tragis.
Kondisi itu diakui oleh para pemain kotekan lesung di Kota Pasuruan. Mereka mengaku kesulitan untuk mendapatkan lesung. Lesung-lesung milik para petani kini telah banyak pindah tangan ke para kolektor dewngan harga tinggi.
Sofiyah (60), salah seorang pemain kotekan lesung dari Kelurahan Bugullor, Kecamatan Bugulkidul mengungkapkan sulitnya untuk mendapatkan sebuah lesung untuk latihan kotekan bersama. Sehingga setiap kali latihan kotekan di balai kelurahan, kelompoknya hanya mampu berlatih dengan memukul-mukul bangku sebagai ganti lesungnya.
Masyarakat baru tersadar betapa mahalnya sebuah warisan budaya, baik ditilik dari nilai bendawinya, terlebih nonbendawinya. Masyarakat akhirnya juga bisa menghitung betapa mahalnya sebuah kelompok musik tradisional kotekan lesung jika dibandingkan dengan sebuah kelompok musik modern organ tunggal. (*)