Bojonegoro (ANTARA) - Mahasiswa Agribisnis Universitas Bojonegoro (Unigoro) membuat teh daun beluntas untuk mengobati penyakit bagi lanjut usia (lansia), dalam pengabdian masyarakat yang lolos pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKM-PM) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) 2024.
Salah seorang mahasiswa Unigoro Sony di Bojonegoro, Selasa menjelaskan ide pengabdian masyarakat ini berawal dari banyaknya tanaman beluntas di Desa Bonorejo, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro. Tanaman tersebut dianggap tidak memiliki ekonomis, padahal banyak riset yang menunjukkan beluntas mempunyai berbagai khasiat untuk kesehatan.
"Teh daun beluntas bagi lansia bisa mengontrol gula darah bagi penderita diabetes, menurunkan tekanan darah, mengobati rematik dan pegal linu," ujarnya.
Pasalnya banyak lansia, lanjut Sony, yang menderita penyakit-penyakit tersebut sangat bergantung pada obat-obatan kimia, sehingga mahasiswa mempunyai ide untuk mengolah daun beluntas menjadi teh agar lebih mudah dikonsumsi.
Menurutnya, sebelum sosialisasi dan pelatihan berlangsung, ia bersama mahasiswa agribisnis Unigoro, yakni Nelly Agustina R.F., Ardhi Taruna Revi S.P., dan Ferdhi Dwi Cahyanto melakukan survei, riset produk, dan berkoordinasi dengan pemerintah desa setempat.
Selanjutnya mereka mengajukan proposal berjudul "Inovasi Daun Beluntas (Plucea Indica (L) Less) sebagai Minuman Herbal dalam Upaya Mengatasi Berbagai Keluhan Penyakit pada Lansia".
"Kami juga melibatkan kader posyandu lansia dan kader PKK sebagai mitra pengabdian masyarakat, karena kader-kader tersebut banyak berinteraksi dan memberikan pelayanan kepada lansia di Desa Bonorejo," katanya.
Sementara itu, Ardhi Taruna Revi S.P menambahkan, kader posyandu lansia dan kader PKK Desa Bonorejo juga diajak mengambil langsung daun beluntas yang tumbuh liar di sepanjang jalan seputaran desa, kemudian dicuci bersih dan dikeringkan.
Ada dua metode pengeringan yang dilakukan oleh kelompok PKM-PM Unigoro, yakni pengeringan langsung di bawah sinar Matahari dan di bawah sinar lampu bohlam. Kedua metode pengeringan tersebut menghasilkan produk teh yang berbeda-beda.
"Pengeringan di bawah sinar Matahari hasil tehnya masih kasar, seperti daun teh tubruk, sedangkan yang di bawah sinar bohlam hasil tehnya serbuk halus, tapi membutuhkan waktu hingga lima hari agar kering sempurna," ujarnya.
Selanjutnya teh daun beluntas ini dikemas dalam kantong-kantong teh celup. Bila dipasarkan, nilai jualnya mulai dari Rp10 Ribu hingga Rp15 Ribu perkemasan yang berisi sembilan kantong teh celup.
Tidak disangka respons masyarakat Desa Bonorejo antusias dengan program pengabdian masyarakat yang diinisiasi oleh mahasiswa agribisnis Unigoro. Sebab tanaman-tanaman liar di sekitar mereka bisa dimanfaatkan untuk mengobati sakit pada lansia.
"Warga juga terinspirasi ingin memproduksi di rumahnya masing-masing. Rasanya tidak beda jauh, seperti teh-teh yang lainnya," sebut Ardhi.
Dosen Pendamping Lapangan (DPL) Fina Sulistiya Ningsih, SP, MP menerangkan, salah satu tujuan yang harus dicapai kelompok binaannya adalah memberikan pemahaman kepada kader posyandu lansia dan PKK agar bisa memberikan pelayanan berupa obat herbal untuk meminimalisir konsumsi obat kimia.
Tujuan itu, katanya, sekaligus memberdayakan masyarakat Desa Bonorejo bisa memroduksi sendiri teh daun beluntas untuk pengobatan.
"Output yang kami hasilkan berupa produk yang dikenalkan dan pengembangannya ke Desa Bonorejo. Kemudian HaKI, karena kita punya buku panduan untuk pembuatan teh daun beluntas dan jurnal pengabdian masyarakat,” katanya.