Dia menjelaskan buku itu adalah kristalisasi pengalamannya dalam memimpin Pos Indonesia saat periode pandemi.
Pandemi adalah bentuk nyata dari krisis. Kepemimpinan di tengah krisis membutuhkan pendekatan yang berbeda. Ia tidak bisa dilakukan dengan kepemimpinan yang biasa.
Faizal menuturkan bahwa ini pertama kalinya, bagi dia dan Pos Indonesia, mengelola sebuah perusahaan di dalam lingkungan bisnis yang betul-betul ekstrem, kacau, dan bergolak. Sederhananya penuh turbulensi.
Kala itu perusahaan mengalami double crisis: lingkup eksternal dan internal.
Di sisi eksternal, industri dihantam pandemi COVID-19. Suasana ini membuat semua orang bingung, sebab ini adalah fenomena baru yang tidak dipahami banyak orang.
"Tetapi yang jelas, pandemi membuat aktivitas bisnis dan industri lumpuh," ucap Faizal.
Di lain pihak, di sisi internal perusahaan ini mengalami permasalahan yang kompleks. Ada tiga hal yang ia soroti sebagai faktor-faktor yang jadi penyebab merosotnya performa Pos Indonesia.
Pertama, performansi finansial. Pos Indonesia mengalami pelemahan finansial. Revenue perusahaan berada di angka yang memprihatinkan.
Kedua, performansi bisnis. Pos Indonesia kalah bersaing dengan kompetitornya. Portfolio bisnis di bidang jasa kurir dan logistik boleh dikatakan “keok”.
Kedua, performansi bisnis. Pos Indonesia kalah bersaing dengan kompetitornya. Portfolio bisnis di bidang jasa kurir dan logistik boleh dikatakan “keok”.
Ia tidak dapat mengesankan konsumen, sehingga konsumen beralih ke brand lain. Ketidakpercayaan konsumen membuat market share Pos Indonesia tergerus turun.
Penyebab lain menurunnya performa bisnis juga selaras dengan hal ketiga yakni hancurnya disiplin operasional. Salah satu faktornya adalah indikator capaian pengiriman yang jauh dari kata memuaskan.
“Dalam kondisi krisis seperti ini, kita tidak boleh bersikap biasa-biasa saja. Harus extraordinary,” katanya.
Bagi Faizal strategi memimpin di tengah krisis adalah agilitas: kemampuan untuk bertindak lincah, cepat, dan tepat.
Agilitas itu harus diamplifikasikan ke dalam lima aspek yakni; agile leadership, agile culture, agile digitalization, agile inno-collab, dan agile execution.
Misalnya dalam agile leadership, seorang pemimpin harus mampu mengkomunikasikan fakta terburuk yang sedang dihadapi perusahaan. Faizal beranggapan bahwa penyampaian sebuah brutal fact adalah langkah penting untuk membangun rasa kebersamaan dan pemahaman yang sama atas krisis.
"Penyampaian brutal fact penting untuk menciptakan sense of crisis," kata faizal.
Langkah pertama agile leadeship menurutnya adalah create sense of crisis. Kemudian setelah semua elemen perusahaan paham dengan kondisi yang dihadapi, aksi berikutnya adalah fokus untuk menaikkan performansi perusahaan: baik performansi finansial, bisnis, dan operasional.
“Dalam suasana krisis kita tak punya kemewahan merancang visi. Semua upaya dan tenaga harus fokus ke performansi perusahaan," ujar Faizal.
Formula kepemimpinan Faizal di tengah krisis terbukti sukses mengantarkan Pos Indonesia, tidak hanya selamat melewati krisis, tetapi mampu bersaing dengan kompetitor, bahkan memenangkan persaingan pasar.
Faizal punya rekam jejak baik. Pos Indonesia bukan satu-satunya perusahaan yang ia nahkodai. Sebelumnya ia juga sukses menangani perusahaan di berbagai industri.
Faizal adalah President Director TELIN Group dan BOD Chairman (2016-2019), BoC Telkom Sigma (2019-2020), Chief of Digital Business & Innovation Officer Telkom Indonesia (2019-2020).
Dalam acara itu Faizal membagikan pandangannya kepada alumni ITS agar dapat berkarir dengan baik. Ia menyebutnya dengan 3B, merupakan akronim dari Be yourself, Build your character, Broaden your network.
“Artinya apa? Menjadi sukses itu harus pertama, menjadi diri sendiri dengan memberikan prestasi yang terbaik di bidangnya (be yourself). Kedua, harus punya karakter yang kuat (build your character). Ketiga, kita harus memperluas relasi dan memberikan manfaat bagi sesama (broaden your network),” kata Faizal yang juga merupakan calon Ketua Ikatan Alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (IKA ITS).