Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani di Surabaya, Selasa mengatakan operasi tersebut merupakan tindak lanjut dari pengaduan masyarakat atas dugaan peredaran kayu ilegal yang diangkut dengan menggunakan MV Pekan Fajar dan KM Pratiwi Raya dari Pelabuhan Tanjung Redep, Berau, Provinsi Kalimantan Timur.
"Kayu-kayu tersebut diduga berasal dari pembalakan liar. Menindaklanjuti hasil analisis intelijen, Tim Gakkum KLHK pada 2 Maret 2024 menyergap dan mengamankan 44 kontainer bermuatan kayu olahan sebanyak kurang lebih 606 meter kubik yang diangkut dengan menggunakan MV Pekan Fajar," katanya.
Kemudian, lanjutnya, pada 7 Maret 2024, Tim Gakkum KLHK mengamankan 11 kontainer bermuatan kayu olahan sebanyak kurang lebih 161 meter kubik yang diangkut dengan menggunakan KM Pratiwi Raya.
"Setelah dilakukan pengecekan terhadap 55 kontainer tersebut, diketahui bahwa 48 kontainer berisi kayu olahan gergajian Chainsaw atau pacakan dengan dokumen Surat Keterangan Sah Hasil Hutan (SKSHH) palsu dan SKSHH terbang," kata Rasio.
Sementara ketujuh kontainer lainnya, kata Rasio, berisi kayu olahan gergajian Bandsaw, dimana dokumen SKSHH sedang divalidasi keabsahannya.
"Sedang kami dalami, tapi kami duga tujuh kontainer tersebut juga menggunakan dokumen palsu," tuturnya.
Selain itu, pihaknya juga sudah memerintahkan penyidik Gakkum KLHK untuk mendalami dan melakukan penyelidikan pihak-pihak yang terlibat dalam kejahatan peredaran kayu ilegal dan illegal logging.
"Termasuk pemodal kayu dan atau penerima manfaat utama atau beneficial ownership dari kejahatan kayu ilegal asal Kalimantan tersebut," ucapnya.
Rasio mengungkapkan, para pelaku diduga melanggar ketentuan Pasal 83 Ayat (1) huruf b Jo Pasal 12 huruf e dan atau Pasal 88 Ayat (1) huruf a Jo Pasal 16 dan /atau Pasal 88 Ayat(1) huruf b Jo Pasal 14 huruf b Undang Undang Nomor 18 Tahun 2013, dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp15 milyar.
"Kami akan segera berkoordinasi dan meminta dukungan Pusat Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelisik aliran transaksi keuangan dari kejahatan kayu ilegal asal Kalimantan ini. Kami meyakini dengan mengikuti aliran uang akan diketahui pelaku-pelaku lainnya," ujar Rasio.
Menurut Rasio, penindakan yang dilakukannya sangat penting untuk penyelamatan sumber daya alam (SDA) serta komitmen Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim melalui FOLU NET SINK 2030.
"Kekayaan alam bangsa Indonesia ini harus kami pastikan keberlanjutannya dan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Kami juga harus melindungi hutan, kehidupan masyarakat dan pendapatan negara. Tidak ada kompromi," katanya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Pencegahan dan Pengamanan KLHK Sustyo Iriyono menyatakan operasi kali ini merupakan salah satu kasus terbesar penggunaan dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKSHHK) palsu dan SKSHHK terbang.
"Modusnya menggunakan nomor SKSHHK yang sudah pernah digunakan sebelumnya dan berasal dari daerah Sijunjung, Kapuas Hulu, Dharmasraya, Temanggung, Gresik, Demak, Banjarbaru, Muara Teweh, Martapura, Konawe, Musi Banyuasin, Jayapura, Tangerang, Mentawai, PPU, Asahan, Pasuruan, Konut, Deli Serdang, Biak, Brebes, Demak, Kerom, Tabalong, Tenggarong, dan Gresik," ujarnya.
Pihaknya menyakini, para pelaku ilegal tersebut belum jera dan akan selalu mencoba berbagai cara melakukan kejahatan dan mencari keuntungan dengan menghancurkan sumber daya alam hutan Indonesia, khususnya hutan Kalimantan yang tersisa.
"Kami sangat berterima kasih atas kolaborasi dan dukungan dari para pemangku kepentingan, seperti KPK, Kejati Jawa Timur, Polda Jawa Timur, Dinas Kehutanan Jawa Timur, BPHL Wilayah VII,Lantamal V Surabaya, KSOP, Pelindo serta masyarakat, dalam upaya pemberantasan aktivitas ilegal tersebut," tuturnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Pencegahan dan Pengamanan KLHK Sustyo Iriyono menyatakan operasi kali ini merupakan salah satu kasus terbesar penggunaan dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKSHHK) palsu dan SKSHHK terbang.
"Modusnya menggunakan nomor SKSHHK yang sudah pernah digunakan sebelumnya dan berasal dari daerah Sijunjung, Kapuas Hulu, Dharmasraya, Temanggung, Gresik, Demak, Banjarbaru, Muara Teweh, Martapura, Konawe, Musi Banyuasin, Jayapura, Tangerang, Mentawai, PPU, Asahan, Pasuruan, Konut, Deli Serdang, Biak, Brebes, Demak, Kerom, Tabalong, Tenggarong, dan Gresik," ujarnya.
Pihaknya menyakini, para pelaku ilegal tersebut belum jera dan akan selalu mencoba berbagai cara melakukan kejahatan dan mencari keuntungan dengan menghancurkan sumber daya alam hutan Indonesia, khususnya hutan Kalimantan yang tersisa.
"Kami sangat berterima kasih atas kolaborasi dan dukungan dari para pemangku kepentingan, seperti KPK, Kejati Jawa Timur, Polda Jawa Timur, Dinas Kehutanan Jawa Timur, BPHL Wilayah VII,Lantamal V Surabaya, KSOP, Pelindo serta masyarakat, dalam upaya pemberantasan aktivitas ilegal tersebut," tuturnya.