Pemegang Surat "Ijo" di Surabaya Boikot
Jumat, 25 November 2011 23:07 WIB
Surabaya - Warga pemegang surat "ijo" (hijau) atau warga penghuni tanah milik negara di Kota Surabaya, akan terus melakukan pemboikotan dengan tidak membayar uang sewa tanah pada Pemkot setempat.
Ketua Gerakan Pejuang Hapus Surat "Ijo" Surabaya (GPHSIS) Bambang Sudibyo Jumat, mengatakan, kini warga yang menempati tanah sekitar 70 ribu kepala keluarga (KK). Sedangkan yang tidak mau membayar sekitar 35 ribu-an yang tersebar di sejumlah kawasan seperti Dukuh Kupang, Wonorejo, dan Barata Jaya.
"Yang tidak membayar uang sewa tanah surat 'ijo' pada Pemkot ini jumlahnya banyak," katanya.
Menurut dia, aksi ini sebagai bentuk protes terkait kebijakan yang dilakukan Pemkot Surabaya karena tanah yang didiami mereka sejak puluhan tahun itu hingga kini diklaim sebagai milik pemkot. Anehnya pemkot sendiri tidak memiliki bukti kepemilikan atas tanah yang di tempati mereka.
Selain itu juga, lanjut dia, kasus tanah surat "ijo" sedang proses hukum. Tentunya tanah tersebut berstatus quo atau pemerintah tidak boleh memungut uang sewa selama belum ada keputusan hukum tetap.
Tidak itu juga dari enam gugatan yang dilakukan pemilik tanah surat "ijo", ternyata ada satu kasus yang dimenangkan setelah pihaknya melakukan kasasi di tingkat Mahkamah Agung (MA).
"Gugatan yang menang ini dilakukan pemilik surat 'ijo' di kawasan Barata Jaya dan sekitar," ujarnya.
Bahkan kuasa hukumnya, lanjut dia, sudah melakukan sosialisasi kepada mereka soal kemenangan gugatan mereka. Dan mereka siap mengajukan sertifikasi karena berdasarkan UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, dinyatakan mereka yang menempati tanah secera terus menerus selama 20 tahun berhak mengajukan sertifikat.
Dengan berdasarkan realitas yang ada, lanjutnya, pemilik surat "ijo" akan terus melakukan aksi pemboikotannya. Bahkan tidak menutup kemungkinan aksi ini akan meluas ke seluruh pemilik surat tanah "ijo" lainnya.
"Sekarang baru 35 ribu an yang tidak membayar. Mungkin tahun depan semakin banyak karena adanya kemenangan pemilik surat ijo di MA," tegasnya.
Dalam kesempatan itu, pihaknya juga mempertanyakan soal kelanjuan raperda pelepasan tanah surat ijo ke Pemkot. Namun hingga kini belum ada kejelasan.
"Kami sudah menulis surat ditujukan kepada wali kota untuk minta audensi. Dan kabarnya akan dilaksanakan awal Desember," katanya.
Akibat aksi boikot pemilik surat tanah "ijo" diketahui telah berdampak terhadap perolehan pendapatan asli daerah (PAD) Surabaya. Berdasarkan target pendapatan di Dinas Pengelolaan Tanah dan Bangunan Kota Surabaya tahun 2011 sebesar Rp76 miliar, ternyata hingga November ini hanya terealisasi Rp26 miliar.
"Kami sudah berusaha agar mereka tetap membayar retribusi. Mudah-mudahan Desember nanti mereka beramai-ramai membayarnya ke pemkot. Makanya kami sudah mengirim surat pemberitahuan kepada mereka," kata Kepala Dinas Pengelolahan Tanah dan Bangunan Kota Surabaya, Jumadji. (*)