Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah akan mati-matian menuntaskan penerbitan sertifikat tanah yang diperkirakan tersisa 6 juta bidang tanah pada 2024.
“Tahun depan kira-kira mungkin di seluruh Indonesia masih ada 6 jutaan (bidang tanah yang belum bersertifikat), tapi moga-moga juga bisa diselesaikan. Ini kita ingin mati-matian agar tahun depan itu bisa diselesaikan,” kata Presiden dalam acara penyerahan sertifikat tanah untuk rakyat Provinsi Jawa Timur di Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu.
Presiden mengatakan jika upaya penyelesaian sertifikat 6 juta bidang tanah itu tidak selesai tahun depan, maka ia memperkirakan hal itu akan selesai pada tahun 2025.
“Tapi kalau kepleset (meleset), mungkin (tahun depan) masih 6 juta. Artinya, tahun depannya lagi sudah semua lahan tanah di negara kita, sudah pegang (ada) sertifikat semuanya,” kata Presiden Widodo.
Dia menceritakan bahwa pada tahun 2015 terdapat 126 juta bidang tanah yang harus disertifikatkan, namun pada saat itu baru 46 juta bidang lahan yang bersertifikat, dan 80 juta bidang tanah sisanya belum bersertifikat.
Pada saat itu Badan Pertanahan Nasional (BPN) hanya bisa mengeluarkan 500 ribu sertifikat tanah per tahun, sehingga untuk menyelesaikan sertifikat bagi 80 juta bidang lahan diperkirakan membutuhkan waktu 160 tahun.
Oleh karenanya, sejak saat itu pemerintahan Joko Widodo gencar mendorong penyelesaian sertifikat tanah di seluruh Indonesia, hingga diperkirakan tahun 2024 hanya tersisa 6 juta bidang tanah yang harus diselesaikan sertifikatnya.
Adapun pada acara penyerahan sertifikat tanah di Sidoarjo itu, Presiden menyerahkan lebih dari 3.000 sertifikat tanah dari kategori redistribusi aset/reforma agraria dan pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL).
Kepala Negara mengemukakan pentingnya kepemilikan sertifikat tanah sebagai tanda bukti hak hukum atas tanah yang dimiliki dan mencegah konflik lahan.
Dia menyebut penyelesaian sertifikat yang selama ini dilakukan merupakan kerja keras BPN kabupaten, provinsi dan pusat.
Ia pun berpesan kepada masyarakat yang ingin menjadikan sertifikat tanahnya sebagai agunan di bank, untuk mengkalkulasi secara benar apakah dapat membayar bunga pinjaman di bank atau tidak.
Presiden mengaku tidak ingin sertifikat tanah yang sudah diberikan, justru kemudian hari disita bank karena masyarakat tidak mampu membayar bunga pinjaman.
"Saya tidak mau pemerintah sudah kerja keras untuk menyiapkan ini, kemudian sertifikat bapak/ibu sekalian nanti malah disita bank. Nggak (ingin). Kita ingin dengan sertifikat ini bisa menyejahterakan bapak/ibu dan saudara-saudara sekalian,” ujarnya.