Jakarta (ANTARA) - Memasuki momen purna tugasnya, ungkapan "hasta la vista" terasa tepat untuk menggambarkan perpisahan sementara Jokowi dari panggung politik nasional.
Istilah ini berasal dari bahasa Spanyol yang berarti "sampai jumpa lagi". Ungkapan ini memberikan kesan bahwa meskipun masa jabatan resminya berakhir, kehadiran dan pengaruh Jokowi mungkin akan tetap terasa di masa depan, baik secara langsung atau tidak langsung.
Jokowi sendiri pernah menyatakan bahwa meskipun tidak lagi menjabat sebagai presiden, ia akan tetap berkontribusi bagi bangsa, khususnya dalam bentuk dukungan terhadap pemerintahan yang berkuasa, tanpa mengintervensi.
Namun, perpisahan sementara dengan dunia politik itu juga memberikan ruang spekulasi tentang peran Jokowi setelah meninggalkan Istana Kepresidenan.
Akankah ia benar-benar pensiun dari politik atau justru akan muncul sebagai kingmaker, yakni sosok di belakang layar yang memiliki pengaruh besar terhadap konstelasi politik nasional?
Sejauh ini, Jokowi belum memberikan indikasi yang jelas mengenai hal itu, meski publik melihat bahwa dukungannya terhadap beberapa tokoh, baik dari lingkup kabinetnya maupun partai politik, bisa menjadi penentu arah politik Indonesia ke depan.
Selama dua periode menjabat, Jokowi memang telah memberikan warna lain dunia politik, membentuk karakter kepemimpinan yang berbeda dari pendahulunya, dengan memilih citra yang lebih merakyat, fokus pada pembangunan infrastruktur, dan secara personal terlibat dalam detail kebijakan yang menyentuh rakyat kecil.
Seiring berjalannya waktu, Jokowi memang tidak hanya akan dikenang sebagai seorang pemimpin politik, tetapi juga sebagai sosok yang memperkenalkan gaya kepemimpinan yang lebih terbuka dan sederhana.
Jadi meski ia mundur dari panggung utama kekuasaan, suka atau tidak suka warisan dan pengaruhnya kemungkinan masih akan terasa di berbagai sektor, terutama dalam pengelolaan negara dan agenda pembangunan nasional.
Legasi Jokowi
Dalam dua periode pemerintahannya, Presiden Jokowi meninggalkan legasi yang mudah untuk selalu dikenang.
Salah satu yang paling mencolok tentu saja adalah proyek infrastruktur besar-besaran yang dijalankannya.
Selama masa pemerintahannya, Indonesia menyaksikan pembangunan jalan tol, bandara, pelabuhan, dan infrastruktur dasar lainnya dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Proyek tol Trans-Jawa, Trans-Sumatera, hingga pembangunan ibu kota negara baru di Kalimantan Timur adalah bagian dari ambisinya untuk membangun Indonesia dari pinggiran, mewujudkan keadilan sosial, serta meningkatkan konektivitas antarwilayah.
Namun, legasi Jokowi tidak berhenti pada pembangunan fisik semata. Pemerintahannya juga fokus pada pengembangan sumber daya manusia melalui program Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, dan Program Keluarga Harapan.
Dalam hal ini, Jokowi berusaha membangun fondasi sosial yang kuat dengan tujuan jangka panjang untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan sosial di Indonesia.
Di bidang ekonomi, Jokowi berupaya memperkuat sektor ekonomi melalui berbagai reformasi.
Pembenahan birokrasi dan penyederhanaan perizinan melalui program Online Single Submission (OSS), serta omnibus law atau UU Cipta Kerja, yang meski mendapat penolakan dari beberapa pihak, dianggap sebagai upaya signifikan untuk memperbaiki iklim investasi dan daya saing Indonesia di pasar global.
Legasi di bidang politik dan demokrasi juga tak bisa diabaikan. Meskipun ada sejumlah kritik mengenai kebebasan berpendapat dan beberapa kebijakan kontroversial yang dianggap mengurangi ruang demokrasi, Jokowi tetap diakui sebagai pemimpin yang berusaha menjaga stabilitas politik di tengah dinamika demokrasi yang semakin kompleks.
Ia juga berhasil membawa Indonesia berperan lebih aktif di panggung internasional, termasuk menjadi tuan rumah KTT G20 pada tahun 2022.
Pemerintahan mendatang
Meski banyak capaian yang dicetak selama masa kepemimpinan Jokowi, pemerintahan berikutnya tetap akan mewarisi sejumlah pekerjaan rumah yang tak kalah penting.
Beberapa tantangan utama yang harus dihadapi oleh pemerintahan mendatang di antaranya pekerjaan rumah untuk menyelesaikan proyek infrastruktur.
Meskipun banyak infrastruktur yang telah dibangun, masih banyak proyek yang belum tuntas, terutama terkait pembangunan ibu kota negara (IKN) yang baru di Kalimantan Timur.
Pemerintah berikutnya mendapatkan PR untuk mampu melanjutkan proyek ini dengan efektif, tanpa mengabaikan permasalahan lingkungan dan dampak sosial yang mungkin timbul dari proyek skala raksasa seperti itu.
Selain itu, pemeliharaan infrastruktur yang sudah dibangun juga harus menjadi prioritas agar manfaat jangka panjang bisa dirasakan oleh masyarakat.
Di samping itu, Pemerintahan Prabowo-Gibran juga punya PR untuk melakukan reformasi birokrasi yang berkelanjutan.
Jokowi telah meletakkan dasar bagi reformasi birokrasi melalui penyederhanaan sistem perizinan dan digitalisasi pelayanan publik. Namun, upaya ini masih jauh dari kata sempurna.
Pemerintahan mendatang harus melanjutkan reformasi ini agar pelayanan publik menjadi lebih efisien dan transparan. Korupsi di kalangan birokrasi juga masih menjadi isu utama yang harus diberantas dengan serius.
Seiring dengan itu, ke depan pembangunan ekonomi juga dituntut untuk lebih inklusif. Meskipun Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil selama pemerintahan Jokowi, ketimpangan pendapatan masih menjadi masalah yang memerlukan perhatian khusus.
Peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi harus disertai dengan strategi yang lebih inklusif, yang dapat mengangkat sektor-sektor ekonomi rakyat seperti pertanian, perikanan, dan UMKM.
Pengembangan kawasan industri dan ekonomi digital juga harus dipastikan menyentuh seluruh lapisan masyarakat.
Pekerjaan rumah yang lain adalah perlunya perbaikan di sektor pendidikan dan kesehatan.
Pemerintahan Jokowi telah memperkenalkan berbagai program sosial untuk mendukung pendidikan dan kesehatan, tetapi tantangan dalam kedua sektor ini masih besar.
Pemerintah mendatang perlu meningkatkan kualitas layanan pendidikan dan kesehatan, terutama di daerah-daerah terpencil yang masih tertinggal.
Tenaga pengajar yang berkualitas, fasilitas pendidikan yang memadai, serta akses kesehatan yang lebih merata harus menjadi fokus utama.
Selain itu, pembangunan infrastruktur dan ekonomi sering kali berbenturan dengan kepentingan lingkungan.
Pemerintahan pun mendatang harus lebih serius menangani isu perubahan iklim dan kerusakan lingkungan, termasuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan mempercepat transisi menuju energi terbarukan.
Tak hanya itu, deforestasi dan kerusakan ekosistem yang terus berlangsung juga menjadi masalah besar yang harus segera diatasi.
Sementara itu, kritik terhadap pemerintahan Jokowi terkait kebebasan berpendapat dan ruang demokrasi yang menyempit menjadi catatan penting bagi pemerintahan berikutnya.
Penguatan lembaga-lembaga demokrasi, perlindungan terhadap hak asasi manusia, serta penegakan hukum yang adil dan independen harus menjadi prioritas utama.
Masyarakat sipil harus dilibatkan lebih aktif dalam pengambilan kebijakan, sehingga aspirasi publik dapat benar-benar tercermin dalam proses demokrasi.
Maka dengan berakhirnya masa jabatan Jokowi sebagai Presiden RI, Indonesia memasuki era baru yang penuh dengan harapan sekaligus tantangan.
Pemerintah berikutnya memiliki tanggung jawab besar untuk melanjutkan apa yang telah dibangun, sekaligus memperbaiki dan menyempurnakan kebijakan yang masih belum mencapai hasil maksimal.
Masyarakat Indonesia tentunya berharap agar transisi kekuasaan ini berjalan lancar, dan pemimpin baru dapat membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, menjaga stabilitas nasional, memperkuat ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Hasta la vista, Jokowi.