Surabaya (ANTARA) - Perhutani Divisi Regional Jawa Timur (Divre Jatim) menerima dan siap menindaklanjuti hasil temuan perwakilan Telapak Badan Teritorial Jawa Timur bersama Ecoton yang menyampaikan adanya dugaan perusakan dan penebangan pohon Hutan Lindung Mendiro, Wonosalam Kabupaten Jombang.
Perhutani Jatim siap tindak lanjuti temuan dugaan perusakan hutan
Kamis, 21 September 2023 20:01 WIB
Pihak kami dalam waktu dekat akan menindaklanjuti
Sekretaris Perhutani Divre Jatim Akhmad Faizal, saat ditemui ANTARA di Surabaya, Kamis, mengatakan berdasarkan laporan ada tujuh pohon yang hilang di antaranya jenis Johar, Mahoni dan Kemiri pada 27 Agustus 2023.
"Menurut laporan ada empat pohon Johar, tiga Mahoni dan satu Kemiri dan hal tersebut sudah kami terima laporannya sejak 27 Agustus 2023," ujarnya.
Menurut dia, dari hasil audiensi, pihak Teritorial dan Ecoton memberikan somasi kepada perusahaannya untuk menyelesaikan masalah temuan-temuan yang ada di wilayah tersebut.
"Temuannya terkait pembukaan wisata, penebangan pohon, kelompok tani hutan dan sebagainya," ucapnya.
Oleh karena itu, substansi dari somasi tersebut akan pihaknya tindaklanjuti terutama yang menjadi kewenangannya secara internal.
"Pihak kami dalam waktu dekat akan menindaklanjuti dan menelusuri temuan-temuan dari tuntutan yang mereka berikan," tuturnya.
Sementara itu, salah satu tim Advokasi Hutan Lindung Wonosalam Kholid Basyaiban mengatakan aksi tersebut menyampaikan pendapat dan somasi yang dilayangkan ke pihak Perhutani regional Jatim.
“Dalam aksi juga disampaikan poster yang berisikan sindiran, selain itu membawa kayu dan massa aksi juga menuliskan kalimat 'Stop Ajari Rakyat Nyolong Kayu di Hutan Lindung' dan 'Lindungi Hutan Mendiro Sumber Air Kali Brantas'," katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, dengan adanya penyampaian somasi lewat audiensi dengan pihak Perhutani diharapkan agar segera diselesaikan dengan cepat.
"Harapannya agar segera ditindaklanjuti permasalahan tersebut, yang pertama menindak oknum yang terlibat dalam perusakan hutan, yang kedua agar petak 15 ini dijadikan kawasan Perhutani sosial karena memang ada konflik antar masyarakat pengelola hutan," ujarnya.
Dengan begitu, kata dia, konflik antar masyarakat bisa teratasi jika masing-masing diberikan legalitas mengelola hutan tanpa mengurangi fungsinya.
"Jangan sampai dijadikan wisata yang merusak ekosistem dan fungsi hutan lindung," ucapnya.